Beranda | | Risalah Amaliyah
Risalah Amaliyah

Bagikan beritanya

Fenomena Sosial yang Menyimpang

 

Telah timbul dalam masyarakat fenomena-fenomena yang menyimpang dari ajaran-ajaran syariat yang suci serta dari orang-orang yang memiliki akhlak mulia. Sebagian dari fenomena ini memang belum sampai ke tahap publik, dan baru sebatas sikap dan tingkah laku pribadi-pribadi. Hanya saja, mengabaikan atau lengah terhadap itu bisa berakibat hancurnya cakupan-cakupan yang telah Allah Ta’ala wajibkan serta bagaimana memperbaiki dan mengantisipasinya.

Bagaimana tidak, ia bisa melunturkan dari jiwa ketakuatan akan berbuat maksiat, sehingga bagi yang hatinya sakit akan bergegas dan bergairah untuk melakukan maksiat tersebut. Begitu seterusnya, meluas dan menyebar hingga menjadi fenomena sosial yang sulit untuk dibendung nantinya.

Oleh karena itu, hal yang diharapkan dari anak negeri, terutama para pengikut risalah-risalah marja’ agar tidak saja menghindari fenomena-fenomena menyimpang tersebut. Namun bekerja ekstra untuk membersihkan masyarakat dari fenomena itu dengan cara penuh hikmah dan penyampaian yang baik sebagai bentuk komitmen kewajiban utama kita. Yaitu, Amar Makruf Nahi Mungkar  yang oleh Imam Ali As mensifatinya sebagai setinggi-tinggi dan seutama-utamanya kewajiban.

Kami juga meminta untuk saling menguatkan satu sama lain sebagai bentuk pengamalan dari Firman Allah Ta’ala: Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (al-Maidah: 2).

Kami juga mengajak mereka untuk saling membatu sesama dalam mengindentifikasi fenomena-fenomena masyarakat yang menyimpang tersebut. Kami juga mengharapkan agar nasehat dan fatwa ini dapat menyadarkan masyarakat. Semoga menjadi nasehat dan bimbingan yang mulia bagi yang mau mengamalkannya serta mampu merubah keadaan. Allah berfirman: “ Dan hendaklah ada diantara kamu ummat yang menyeru kepada kebajikan dan mengajak kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” . ( Ali Imran: 104).

1.      Beberapa salon-salon kecantikan maupuan toko-toko perniagaan menempelkan gampar-gambar wanita yang dari penampilannya bertolak belakang dengan syariat. Maka wajib untuk menasehati mereka agar mencabutnya atau membuatnya sedemikian rupa yang tidak membuat malu publik.

2.      Beberapa pesta pernikahan antara laki laki dan perempuan masih adanya perbuatan-perbuatan haram seperti lagu maupun goyangan secara suka ria mengikuti irama musik. Demikian juga para wanita yang memakai pakaian sexy dengan dalih bahwa acara tersebut khusus bagi wanita. Karena itu mengakibatkan timbulnya nafsu dan fitnah atau wanita-wanita lain yang hadir akan mengatakan kecantikan wanita-wanita yang berhias tersebut, dan hal itu termasuk dilarang oleh para maksumin (alaihim assalam).

3.      Sebagian warung-warung kopi (coffee shop) terjadinya saling interaksi yang tidak normal yang diharamkan dan dibenci, seperti saling tukar film-film dan majalah-majalah dewasa, termasuk hubungan lawan jenis yang aneh serta saling memberikan barang-barang terlarang serperti narkoba dan sejenisnya.

4.      Sebagian orang tua suka meninggi-ninggikan mahar perkawinan anak wanitanya saat bertunangan. Mereka juga membuat syarat-syarat yang tidak disanggupi oleh pihak pelamar. Padahal para orang tua tersebut mengetahui bahwa pelamar itu adalah pemuda saleh, sopan dan mampu membahagiakan istrinya serta mampu menjaga kehormatan istrinya. Akan tetapi mereka didorong oleh budaya dan tradisi usang yang tiada harganya. Sikap yang demikian merupakan penghalang utama bagi tegaknya sunnah Ilahi yang penuh berkah dan juga bertentangan dengan nasehat-nasehat para maksumin (alaihim assalam). Sebagaimana berdasarkan riwayat dari para maksum disebutkan bahwa “ Apabila datang kepadamu orang yang rela akan akalnya, agamanya, maka nikahkanlah dengannya. Jangan sampai gara-gara itu terjadinya fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”.

5.      Beberapa para sayyid alawi (semoga Allah menambahkan kemuliaan bagi mereka) mensyaratkan pada peminangan anak perempuannya yang alawi dengan lelaki yang alawi juga. Dan telah kami terangkan secara terperinci tentang penolakan atas kebiasaan yang zalim ini yang mengharamkan perempuan-perempuan alawi untuk menikmati haknya dalam kehidupan suami istri tanpa persyaratan suaminya harus dari alawi juga.

 

Muhammad Ya’kubi

Ramadhan 1437 H

Bagikan beritanya

Keharaman Dari Apa Yang Dikenal Sebagai Penyucian Uang

 

Keharaman Dari Apa Yang Dikenal Sebagai Penyucian Uang

Yang mulia marja din Ayatullah Al Udzma syekh Muhammad Ya’qubi(semoga dipanjangkan umurnya)

Assalamualaikum wr wb

Saya adalah seorang pelajar s2 di Universitas Internasional Jamiatul Musthofa di kota suci Qom. Dan saya mempunya sebuah kajian yang berhubungan dengan pencucian uang perbandingan antara fiqih dan undang-undang. Masalah ini termasuk permasalah yang masih baru. Dan saya telah banyak mengkaji fatwa-fatwa ataupun istiftaatnya mara-marja yang berkaitan dengan masalah ini, akan tetapi saya tidak menemukan pandangan fiqih dari para ulama kita yang berkaitan dengannya. Menurut saya, sangat penting sekali untuk mengemukakan pandangan fuqoha yang berkaitan dengan masalah ini, bersamaan dengan menyebutkan sandararan-sandaran fiqih dalam fatwa yang menjelaskan masalah pencucian uang ini.

Dengan menyebut nama Allah

Assalamualaikum wr wb

Pencucian uang adalah praktek untuk menghancurkan perekonomian  sebuah negara, merusak akhlaq masyarakat dan merusak agama mereka serta menyediakan ladang yang cocok untuk penyelewengan dan kriminalitas. Dulu di awalnya  peraktek ini hanya  dilakukan oleh  para mafia, gengster dan para bos koruptor. Akan tetapi pencucian uang ini berubah menjadi  sebuah fenomena umum  yang sangat merusak yang dimana banyak dari politisi, makelar, pengusaha dan para penjarah kekayaan masyarakat terjatuh kedalamnya.

Para pemimpin dunia telah memberikan perhatian terhadap bahaya fenomena ini. merekapun segera menyelenggarakan konferensi-konferensi tingkat tinggi untuk merundingkan cara memberantas fenomena ini , membentuk mekanisme yang tepat untuk mendeteksi dan membentenginya, memberlakukan undang-undang untuk mengkriminalisasi seetiap orang yang melakukan pencucian uang  serta memberikan pengarahan kepada masyarakat tentang bahayanya dan hukuman berat yang akan dijatuhkan bagi pelakunya. Meskipun pada akhirnya konferensi-konferensi ini tidak menghasilkan apa-apa. Meskipun konferensi itu adalah yang merupakan konferensi tingkat tinggi. Karena kurangnya keseriusan dan kredebilitas di antara mereka yang menjalankannya. Bahkan mereka sendirilah yang mengelola praktek pencucian uang ini. Dan fenomena kotor ini masih terus menggrogoti negara maupun masyarakat.

Adapun dari segi syar’i dalam menetapkan hukum masalah ini, ada 3 unsur yang mempengaruhi hukumnya :

1.      Yang dicuci : maksudnya uang yang ingin dicuci. Kadang kala sumbernya berasalah dari pekerjaan yang haram, seperti uang yang didapat dari hasil korupsi, menjual narkotika,  penyelundupan minyak, prositusi, perdagangan manusia, suap, penggelapan uang, pemalsuan uang, makelar, imbalan hasil mata-mata, terorisme dan uang tebusan dari penyandaraan. Biasanya tujuan dari pencucian uang adalah mencuci uang hasil perkerjaan yang disebutkan diatas dan caranya mentrasnfer uang tersebut ke bank. Oleh karena itu, jika uang yang dicuci itu adalah urang haram maka seluruh transaksi dengan menggunakan uang tersebut juga haram.

2.      Orang yang mencuci uang : yaitu orang yang mengambil manfaat dari pencucian uang . Kadang kala orang yang mengambil manfaat dari uang ini adalah orang yang tidak boleh kita bertransaksi untuk kepentingannya seperti mereka yang menggunakan uang itu untuk membuat organisasi terorisme, mafia kejahatan, pemimpin yang menguasai masyarakatnya dengan senjata ataupun dengan mengobarkan peperangan, orang-orang yang menyimpang dari hukum, orang-orang yang menghasut untuk berbuat kekerasan, atau orang-orang yang berusaha untuk memecah belah masyarakat dengan rasisme dan komplik sektarian dan sebagainya. Maka hukumnya haram transaksi pencucian uang dengan cara seperti ini, jika yang menggunakannya  adalah orang-orang yang tidak boleh dibantu dengan uang. Tanpa melihat unsur pertama dalam proses transaksi. Contohnya adalah orang-orang yang mengklaim mereka adalah badan amil. Lalu merekapun mengumpulkan zakat, sedekah dan donasi untuk dikirim kepada organisasi terorisme dengan anggapan bahwa mereka adalah mujahidin.

3.      Pencucian : otoritas yang melakukan pencucian uang itu, perantara dalam transaksi di bank dan makelar ataupun lembaga keuangan lainnya. Dari sisi ini, transaksi ini(pencucian uang)  juga dihukumi haram. Karena yang menjalankan transaksi ini tidak sesuai syariat. Seperti perusahaan palsu maupun mencurigakan atau perusahaan yang mendukung korupsi ataupun terorisme atau bisa juga orang-orang yang bekerja disana adalah koruptor.

Dengan penjelasan diatas menjadi jelas bahwa keharaman dari transaksi ini bisa disebabkan oleh salah satu dari 3 sebab diatas, tidak harus dari semuanya. Disamping itu juga ada lebih dari satu sebab lain yang menyebabkan keharmannya, antara lain :

1.      Para cendekiawan dan spesialis dibidang keuangan  bersepakat bahwa di dalam transaksi pencucian uang itu  terdapat destruksi di bidang ekonomi maupun di  bidang lainnya. Hal itu merupakan kemungkaran dan hukumnya adalah haram. Masalah ini dan semisalnya kita sebut sebagai kejahatan sosial. Oleh karena itu, masalah ini bukanlah masalah biasa,  seperti kejahatan individu, seperti contoh  meminum minuman keras, zina dan sebagainya.

2.      Jika yang digunakan dalam transaksi pencucian uang ini adalah lembaga-lembaga negara -semisal bank atau properti publik lainnya- maka uang hasil pencucian uang tadi tidak boleh dipakai kecuali dengan izin seorang faqih yang memenuhi syarat kemarjaan dan kepemimpinan. Jika tidak demikian, maka menggunakannya menjadi haram. Dan transaksi pencucian uang secara syar’i tidak diperbolehkan melalu lembaga-lembaga  tersebut.

Tentunya kita bisa mengecualikan  sebagiaan kondisi-kondisi yang disebutkan tadi karena sebab keterpaksaan. Misalnya orang yang butuh untuk mentransfer uang tertentu yang berasal dari pendaptan syar’i dalam jumlah besar untuk melakukan operasi yang harus dilakukan di negara lain. Sedang hukum negara tidak memperbolehkannya untuk mentrasfer uang dalam jumlah besar. Sehingga dia mentrasfer uang ke rekening beberapa orang  ataupun melakukannya melewati celah hukum. Kadang kala transaksi semacam ini malah tidak termasuk bagian dari  transaksi pencucian uang dengan syarat sumber uangnya berasal dari pendapatan yang dihalalkan, Allah berfirman :

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(Al Baqarah:173)

Dan disebuah kaidah yang populer : “ Dalam keadaan genting, perkara yang haram menjadi dihalalkan”

Inilah kasus-kasus pencucian uang dalam istilah ekonomi yang bisa dibayangkan dan banyak dijumpai. Dan saya memanfaatkan kesempatan ini untuk menerangkan kepada umat kasus-kasus lain yang serupa dengan ini. Akan tetapi tidak termasuk bagian dari pencucian uang dalam istilah ekonomi, walaupun secara ma’na dia termasuk bagian dari kasus pencucian uang, yaitu mentransfer uang melalui lebih dari satu media dengan tujuan kejahatan dengan embel-embel legal dan sah. Contoh dari kasus itu adalah yang dilakukan oleh sebagian orang dengan menipu para marja din yang kurang pandai agar mereka menegeluarkan fatwa ataupun pendapat yang merealisasikan tujuan mereka. Mereka tidak bisa melakukannya secara langsung, jadi mereka  memberikan uang kepada seseorang yang nantinya orang ini datang ketempat marja dan memberikannya kepada marja tadi dengan sebutan hak syar’i atau semacamnya. Setelah itu dia  mendapatkan kepercayaan dari marja, karena dia adalah seseorang yang relegius dan taat beragama. Sebenarnya tujuan dia melakukan hal ini adalah untuk menyampaikan sebuah gagasan atau keinginan  kepada marja. Adapun yang dia sampaikan adalah keinginan orang yang memberikan dia uang tadi. Pada akhirnya marja tadi  memberikan jawaban positif karena kebaika orang yang datang kepadanya tadi, dan diapun memberikan pandangan yang sesuai dengan keinginan orang yang memberikan uang tadi.

Contoh lainnya, misal ada kelompok yang ingin memecah belah kaum muslimin dan ingin mengobarkan api kesektarianan. Apabila mereka melakukannya secara terang-terangan maka kedoknya akan terbongkar. Sehingga mereka datang ke satu orang yang polos, niatnya tulus. Mereka sokong orang ini, berpura-pura terlihat beragama dan mereka berikan dia uang untuk menyelenggarakan majlis duka atau acara keagamaan dengan tema tertentu yang didalamnya terdapat provokasi kesektarianan dan lebih befokus lagi kepadannya serta mencekcokinya dengan riwayat-riwayat yang berisi khurafat. Sehingga apabila orang yang polos itu tadi atau semisalnya berhasil melakukan tugasnya, maka terealisasilah tujuan dari kelompok yang memberikan uang tadi.

Contoh historis dari bentuk pencucian uang dari jenis ini adalah yang dilakukan oleh Ubaidillah Ibn Ziyad untuk menemukan tempat tinggalnya Muslim Ibn Aqil di kota Kufah. Dia memberikan uang yang sangat banyak kepada mata-matanya yang bernama Ma’kal dan dia memerintahkannya untuk menyusup diantara para sahabat Muslim dan memperoleh  kepercayaan mereka, kemudian meminta mereka untuk membawanya kepada  Muslim untuk memberikan uang tersebut. Orang inipun melakukan titah tadi dan berpura-pura berwilayah kepada Ahlul Bayt as. Sampai dimana Muslim ibn Ausajah memberi tahunya dimana Muslim berada dan menemaninya datang ketempat Muslim. Hingga akhirnya terjadilah apa yang terjadi pada saat itu.

Bagus kiranya disini saya juga menyebutkan pencucian dalam bentuk lain, yaitu pencucian identidas(pemalsuan identitas) dan alamat tempat tinggal. Contohnya apa yang dilakukan oleh kelompok untuk memalsukan identitas teroris Saudi yang berperang di Iraq maupun di Suriah yang ingin kembali ke negera mereka dan menginginkan pengampunan dari kerajaan. Maka merekapun pergi ke Indonesia, kemudian dari sini mereka kembali ke Arab Saudi setelah mereka diberi gelar sebagai muballig  yang menyelesaikan kewajiban Dakwah diluar negri. Dan sebagian pejabat Indonesia memberikan informasi kepada saya bahwa jumlah mereka(yang melakukan pencucian identitas ini)lebih dari 100 orang.

Saya menyebutkan semua contoh diatas hanyalah agar masyarakat sadar akan adanya intrik-intrik yang direncanakan untuk merusak persatuan dan kesatuan mereka serta untuk mengobarkan api fitnah, permusuhan  dan peperangan ditengah masyarakat. Agar tidak ada lagi ladang untuk mereka para penghasut untuk melanjutkan proyek mereka.

Muhammad Ya’qubi 13/Safar/1436 bertepatan dengan 6/12/2014

Bagikan beritanya

Otopsi Jenazah

Bismihi ta’ala

Yang mulia Ayatollah al-‘Udzma Shaikh Muhammad al-Yaqubi

M/Otopsi Jenazah

 

Apa pendapat Anda tentang pertanyaan berikut:

Apa hukum melakukan otopsi kriminal, yaitu otopsi yang diperintahkan oleh otoritas khusus untuk diselidiki dan dilaksanakan oleh departemen medis atau yang dikenal sebagai otopsi tubuh manusia untuk mengetahui penyebab sebenarnya dari kematian?

Dengan nama Yang Mahakuasa:

Tidak diperbolehkan melakukan otopsi kepada orang yang sudah meninggal dengan memotong satu bagian atau bagian-bagian tubuhnya untuk menjaga kehormatannya sebagaimana kehormatan dimasa hidupnya. Ya, jika sebuah maslahat penting bergantung pada tindakan otopsi, seperti membuktikan tidak bersalahnya seorang tertuduh, memenuhi hak manusia, memisahkan dua oang yang berselisih, atau untuk mencegah kerugian penting, dan pembuktiannya begantung pada otopsi, maka hal tesebut diperbolehkan.


Adapun alasan untuk mengetahui sebab kematian semata tidak membenarkan tindakan otopsi, dan kami telah mengingatkan pihak-pihak terkait tentang perlunya mematuhi hukum-hukum syar’i dan hanya melakukan tindakan otopsi pada hal-hal yang diperbolehkan secara hukum syar’i. Jika tidak demikian, pelaku otopsi telah melakukan dosa besar, dan
harus membayar diyah kepada kerabat mayit sebesar jumlah yang telah disebutkan dalam bab diyah dari  buku Risalah ‘Amaliyah.

Muhammad Yaqubi

26 Muharram 1436 H

21/11/2014

 

Bagikan beritanya

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Yang Mulia Sang Marja Agama, Syeikh Muhammad Ya’kub ( Semoga Allah selalu memberkatinya)

Dalam beberapa waktu terkahir ini telah tersebarnya permainan (game) melalui telepon genggam maupun komputer yang dikenal dengan (Clash of Clans). Permainan ini telah menguras banyak waktu para pemuda dan malah sebagiannya melalukan jual beli menggunakan uang tunai dengan orang lain. Secara ringkas game ini berbentuk strategi dalam membangun para tentara dan perkampungan yang kokoh serta penyerangan terhadap pihak lain dengan tujuan mengumpulkan sejumlah poin. Tatkala poin suatu perkampungan miningkat, maka harganya semakin tinggi. Game ini juga menampilkan para pemain dengan karakter-karatrer penjahat.

Sebagaimana Yang Mulia ketahui, sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa sebagian dari game-game elektronik seperti ini memperkuat adanya kecenderungan bermusuhan antar anak-anak dan para remaja.  Ditambah lagi, permainan ini mampu membuat candu para pemainnya dalam waktu berjam-jam di rumah, warung-warung khusus atau di tempat-tempat lainnya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap sikap anak-anak dan remaja. Pertanyaan kami, bolehkah bermain dengan game jenis ini atau ikutserta pada tempat-tempat permainan tersebut? Terima kasih, semoga Allah membalas kebaikanmu.

 

 Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Kami telah menyelidiki jenis game ini dan cara permainannya serta orang-orang yang bermain dan ikut terlibat di dalamnya. Hasil yang kami dapatkan bahwa adanya sejumlah hal yang menjadikan game ini dilarang untuk dimainkan. Dan kami telah mengutarakan banyak hal dan pendapat sejak jatuhnya rezim patung tahun 2013 soal bahaya game-game jenis ini. Ia tidak hanya  berbahaya bagi akal manusia, tapi juga bahaya bagi lingkungan sosial masyarakat, akhlak, agama dan ekonomi. Ini saja sudah cukup untuk mengatakan bahwa game jenis ini terlarang.

Karena itu kami menasehati para orang tua untuk mendidik dan mengontrol anak-anak mereka terhadap bahaya-bahaya tersebut. Secara umum kami juga meminta pemerintah setempat maupun pemerintah pusat untuk menerapkan aturan dan undang-undang serta mencegah para pemilik warung-warung maupun tempat-tempat permainana game ini. Semoga mereka tidak menjadikan hasrat mengumpulkan uang semata walau dengan mengorbankan anak-anak kita dan negeri kita. Dan Allahlah Maha Penolong kita.

Muhammad Ya’kubi

08, Rabi’us Tsani, 1437 H

Bagikan beritanya

Pertanyaan Berkaitan Tentang Perpanjangan Waktu Khusus Ziarah Arbain

 

Assalamulalaikum wr wb

Semoga Allah memperbesar ganjaran dan pahala anda dengan kesyahidan penghulu pemuda surga dan penghulu orang-orang yang merdeka, Imam Husein as.

Amma ba’du

Kita semua mengetahui bahwa ziarah Abu Abdillah pada hari Arbain itu dikhususkan pada hari tertentu. Akan tetapi yang terjadi pada saat ini, dan disebabkan banyaknya para peziarah sehingga mereka pergi dengan berjalan kaki dan melaksanakan ziarah bukan pada waktunya. Kemudian mereka kembali kerumah mereka masing-masing sebelum waktu khusus ziarah Arbain dikarenakan mereka mengira telah melaksanakan ziarah Arbain. Pertanyaan saya adalah : Apa pendapat yang mulia syekh (semoga Allah memanjang umur Anda)  terhadap hal ini, apakah hal ini (ziarah yang dilakukan selain waktu khusus ziarah Arbain) termasuk ziarah umum untuk Imam ataukah terhitung ziarah Arbain?

Dengan Menyebut Nama Allah

Assalamualaikum wr wb

Tidak mustahil bisa diperpanjangnya waktu ziarah khusus Arbain di siang hari tanggal 20 Safar. Karena kota Karbala pada saat ini tidak memungkin untuk para peziarah yang jumlah mereka melebihi 10 juta orang melaksanakan setiap syiar-syiar ziarah mereka selama siang hari tanggal 20 safar. Sehingga waktunya diperpanjang selama dua malam yaitu malam sebelumnya (sebelum 20 safar) dan setelahnya (setelah 20 safar) bisa juga diperpanjang sampai siang hari di hari sebelumnya atau lebih jika tercapainya kesatuan urfi untuk hari ziarah.

Kami dalam buku ensiklopedi fiqih berbedaan dalam bab haji telah menyebutkan bahwa ketidak mustahilan perpanjangan waktu secara syar’i sampai hari terakhir atau lebih dari waktu yang telah ditentukan untuk ibadah tertentu jika waktunya sempit untuk melaksanakan setiap apa yang ingin dia lakukan pada waktunya. Dan kami menyimpulkan hal itu berdasarkan kepada nash syar’i yang berasal dari imam maksum as berkaitan dengan diberbolehkannya wuquf para haji di Ma’zamin atau diatas gunung, dan keduanya berada diluar dari batas tempat khusus untuk wuquf di Masyaril Haram jika Muzdalifah tidak mampu untuk menampung mereka semua. Diriwayatkan dari seorang yang dapat dipercaya, dia berkata:” Aku berkata kepada Abu Abdillah As Shodiq as :’ jika orang yang berkumpul sangat banyak dan tempatnya menjadi sempit, apa yang harus mereka lakukan?’ ” beliau as  menjawab :” hendaknya mereka naik ke Ma’zamin”. Diriwayat lain dia menambahkan, Aku berkata:” jika ditempat itu juga penuh sesak, apa yang harus mereka lakukan?”. Beliau as menjwab:” hendaknya mereka naik keatas gunung”. Dan kami jadikan penjelasan ini setelah menghilangkan kekhususan masalah (karena hadis ini menjelaskan tentang haji) sebagai dalil untuk memahami bolehnya wuquf di Arafah pada hari kesembilan Dzulhijjah menurut para qodhi Ahlusunnah di negara itu meskipun mereka bertentangan dengan kita dalam menetapkan tolak ukur syar’i.

Bagaimanapun berprasangka baik kepada Allah, Nabi saw dan keluarganya as bahwa mereka menerima uzur berkenaan dengan mendahulukan dan mengakhirkan (sedang uzur bagi orang-orang yang mulia itu diterima) maka bagaimana dengan kemulian mutlaq yaitu Allah swt? Disamping juga hadis yang mengatakan (sesungguhnya setiap perbuatan itu berdasarkan kepada niatnya) juga hadis yang berbunyi (barang siapa mencintai perbuatan suatu kaum maka dia akan dibangkitkan bersama mereka) dan ganjaran amal mereka juga diberikan kepadanya.

Muhammad Ya’qubi 14 Safar

Bagikan beritanya

 

Meminta fatwa tentang hukum menghina simbol-simbol keagamaan saudara-saudara Ahlussunnah

Bismihi ta’ala

Yang mulia Ayatullah Syaikh Muhammad Yaqubi (semoga Allah swt melindungi anda)

Pada hari kesyahidan Imam Jawad as sekelompok pemuda keluar dan menghina simbol-simbol keagamaan saudara kita Ahlussunnah.

Apa pendapat anda tentang hal ini, dan apa nasehat anda untuk ummat Islam

Bismihi ta’ala

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ini adalah kebodohan dan tindakan bodoh dan tidak ada sama sekali hubungannya dengan ajaran ahlulbayt as. Saya tidak mengesampingkan adanya sebuah agenda untuk menghasut kedua belah pihak. maka hendaknya seluruh golongan muslim mewaspadai fitnah yang menyesatkan ini. dan kami beberapa waktu lalu kami telah mengingatkan tentang hal ini dalam sebuah pidato (skema Setan disiapkan untuk wilayah tersebut) dan memperingatkan orang-orang tentang hal itu.

Muhammad Yaqubi

7 Dzulhijjah 1434

 

Bagikan beritanya

Meminta fatwa: kelompok mahasiswa pasca sarjana tentang penulisan sumber tesis

 

Yang mulia marja’ agama Syeikh Muhammad Yaqubi (Semoga dalam lindungan Allah swt)

 

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 

Kita sekelompok mahasiswa menemukan beberapa masalah dalam penulisan tesis

 

Kita ingin mengetahui hukum syar’i, semoga anda memberikan jawaban sehingga hukumnya menjadi jelas bagi kami.

 

1.Jika seorang siswa membaca pandangan tertentu dalam buku tertentu dan kemudian merumuskannya dalam formulasi baru atau menyingkatnya dalam tesis atau tulisannya, apakah ia harus menyebutkan sumber di mana ia membacanya meskipun ia tidak menulisnya dalam teks yang sama?

 

2.Jika siswa membaca teks dalam buku tertentu dan teks ini diambil dari buku lain dan sumbernya disebutkan dalam margin, apakah boleh baginya untuk mengunduhnya dalam tulisannya dan menulis sumber utama tanpa referensi ke sumber yang dia temukan di dalamnya?

 

3.Apa hukumnya jika sperti keadaan sebelumnya, dengan merujuk pada sumber utama untuk membaca di dalamnya dan kemudian menuliskan pada tesisnya dari sumber utama sehingga sumber kedua hanya sebagai penunjuk saja?

 

4.Jika siswa mempunyai dengan ide spesifik hasil pemikirannya, tetapi kemudian dia menemukan bahwa salah satu penulis sebelumnya mempunyai pandangan yang sama sepertinya, apakah dia perlu menyebutkannya?

 

5. Apakah diperbolehkan menulis tesis dengan judul yang sama dari tesis yang sudah ada atau buku yang sudah ada, dengan bahan ilmiah, metode presentasi, kapasitas, atau singkatan yang berbeda?

 

 

 

Semoga Tuhan menerima perbuatan baik Anda. Kami meminta Anda untuk mendoakan kesuksesan bagi kami dan semua siswa.

 

Kelompok mahasiswa pascasarjana

 

Universitas Kufah

 

21 Ramadan 1441 H

 

15 Mei 2020

 

 

 

Bismihi ta’ala

 

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

 

Semoga Allah swt menerima amal perbuatan kalian dan menjadikan kalian sebagai tamu-Nya di bulan suci ini.

 

1.Tidak apa-apa tidak menyebutkan sumber ide selama peneliti menyusun ide tersebut sendiri. Karena sifat manusia mengambil ide-ide dari apa- apa yang ia dengar, basa dan lihat. Dan ia tidak wajib menyebutkan seluruh sumber yang menjadi inspirasi ide dan pemikirannya.

 

2.Sebaiknya merujuk langsung kepada sumber aslinya, namun jika didapatkan melalui perantara sebaiknya ditulis bahwa teks ini ada pada sumber fulan dan dinukil dari sumber fulan. Hal ini untuk menyampaikan amanat.

 

3.Dibolehkan sebagaimana ada pada jawaban sebelumnya.

 

4.Tidak wajib, namun hal ini dapat menjadi kekurangan dalam tulisannya, mungkin akan dikatakan kepadanya bahwa pandangan ini sudah ada pada sumber fulan tapi mengapa tidak disebutkan?. Sendainya ia menyebutkan sumber lain dengan tujuan menguatkan pendapatnya bahwa fulan sama dengan pendapat saya, bukan dengan tujuan hanya menukil pendapatnya saja.

 

5.Jika tidak menyebabkan hal lain yang diharamkan, seperti mengaburkan pembaca, menyia-nyiakan upaya sebelumnya, menipu, atau melanggar undang-undang yang berlaku dalam memperoleh sertifikat, gelar, dll., Tidak ada masalah untuk itu, dan aturannya mungkin berbeda pada setiap instansi, namun hauzah ilmiah tidak melihat ada yang salah dengan hal itu, sehingga anda dapat menemukan beberapa maraji’ dari zaman Sayid Mohsen al-Hakim memberi judul tesis fikih mereka dengan nama Minhaj as-Solihin.

 

 

 

Muhammad Yaqubi

 

24 Ramadan 1441 H

total: 7 | displaying: 1 - 7

Kantor Marja’ Agama

Syeikh Muhammad Yaqubi (Semoga Panjang umur)-Kirim permintaan Fatwa

Kota Najaf yang Mulia