Pertanyaan Berkaitan Tentang Perpanjangan Waktu Khusus Ziarah Arbain

| |times read : 389
  • Post on Facebook
  • Share on WhatsApp
  • Share on Telegram
  • Twitter
  • Tumblr
  • Share on Pinterest
  • Share on Instagram
  • pdf
  • Print version
  • save

Pertanyaan Berkaitan Tentang Perpanjangan Waktu Khusus Ziarah Arbain

 

Assalamulalaikum wr wb

Semoga Allah memperbesar ganjaran dan pahala anda dengan kesyahidan penghulu pemuda surga dan penghulu orang-orang yang merdeka, Imam Husein as.

Amma ba’du

Kita semua mengetahui bahwa ziarah Abu Abdillah pada hari Arbain itu dikhususkan pada hari tertentu. Akan tetapi yang terjadi pada saat ini, dan disebabkan banyaknya para peziarah sehingga mereka pergi dengan berjalan kaki dan melaksanakan ziarah bukan pada waktunya. Kemudian mereka kembali kerumah mereka masing-masing sebelum waktu khusus ziarah Arbain dikarenakan mereka mengira telah melaksanakan ziarah Arbain. Pertanyaan saya adalah : Apa pendapat yang mulia syekh (semoga Allah memanjang umur Anda)  terhadap hal ini, apakah hal ini (ziarah yang dilakukan selain waktu khusus ziarah Arbain) termasuk ziarah umum untuk Imam ataukah terhitung ziarah Arbain?

Dengan Menyebut Nama Allah

Assalamualaikum wr wb

Tidak mustahil bisa diperpanjangnya waktu ziarah khusus Arbain di siang hari tanggal 20 Safar. Karena kota Karbala pada saat ini tidak memungkin untuk para peziarah yang jumlah mereka melebihi 10 juta orang melaksanakan setiap syiar-syiar ziarah mereka selama siang hari tanggal 20 safar. Sehingga waktunya diperpanjang selama dua malam yaitu malam sebelumnya (sebelum 20 safar) dan setelahnya (setelah 20 safar) bisa juga diperpanjang sampai siang hari di hari sebelumnya atau lebih jika tercapainya kesatuan urfi untuk hari ziarah.

Kami dalam buku ensiklopedi fiqih berbedaan dalam bab haji telah menyebutkan bahwa ketidak mustahilan perpanjangan waktu secara syar’i sampai hari terakhir atau lebih dari waktu yang telah ditentukan untuk ibadah tertentu jika waktunya sempit untuk melaksanakan setiap apa yang ingin dia lakukan pada waktunya. Dan kami menyimpulkan hal itu berdasarkan kepada nash syar’i yang berasal dari imam maksum as berkaitan dengan diberbolehkannya wuquf para haji di Ma’zamin atau diatas gunung, dan keduanya berada diluar dari batas tempat khusus untuk wuquf di Masyaril Haram jika Muzdalifah tidak mampu untuk menampung mereka semua. Diriwayatkan dari seorang yang dapat dipercaya, dia berkata:” Aku berkata kepada Abu Abdillah As Shodiq as :’ jika orang yang berkumpul sangat banyak dan tempatnya menjadi sempit, apa yang harus mereka lakukan?’ ” beliau as  menjawab :” hendaknya mereka naik ke Ma’zamin”. Diriwayat lain dia menambahkan, Aku berkata:” jika ditempat itu juga penuh sesak, apa yang harus mereka lakukan?”. Beliau as menjwab:” hendaknya mereka naik keatas gunung”. Dan kami jadikan penjelasan ini setelah menghilangkan kekhususan masalah (karena hadis ini menjelaskan tentang haji) sebagai dalil untuk memahami bolehnya wuquf di Arafah pada hari kesembilan Dzulhijjah menurut para qodhi Ahlusunnah di negara itu meskipun mereka bertentangan dengan kita dalam menetapkan tolak ukur syar’i.

Bagaimanapun berprasangka baik kepada Allah, Nabi saw dan keluarganya as bahwa mereka menerima uzur berkenaan dengan mendahulukan dan mengakhirkan (sedang uzur bagi orang-orang yang mulia itu diterima) maka bagaimana dengan kemulian mutlaq yaitu Allah swt? Disamping juga hadis yang mengatakan (sesungguhnya setiap perbuatan itu berdasarkan kepada niatnya) juga hadis yang berbunyi (barang siapa mencintai perbuatan suatu kaum maka dia akan dibangkitkan bersama mereka) dan ganjaran amal mereka juga diberikan kepadanya.

Muhammad Ya’qubi 14 Safar