Sifat-Sifat Dan Karakter Masyarakat Jahiliah Berdasarkan Pemahaman Al-Qur’an.

| |times read : 711
  • Post on Facebook
  • Share on WhatsApp
  • Share on Telegram
  • Twitter
  • Tumblr
  • Share on Pinterest
  • Share on Instagram
  • pdf
  • Print version
  • save

Sifat-Sifat Dan Karakter Masyarakat  Jahiliah Berdasarkan Pemahaman Al-Qur’an.

          Sifat pertama dari sifat-sifat yang ada pada masyarakat jahiliah adalah penyembahan manusia kepada selain Allah Swt, ibadah di sini bermakna ketaatan dan tawalli (kesetiaan) seperti yang disebutkan oleh para Imam as dalam tafsir ayat:

}اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَهاً وَاحِداً لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ{

{Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan} (At-Taubah: 31). Begitu pun Imam as berkata :

)) أما والله ما دعوهم إلى عبادة أنفسهم، ولو دعوهم ما أجابوهم، ولكن أحلوا لهم حراما، وحرموا عليهم حلالا فعبدوهم من حيث لا يشعرون((

((Demi Allah bukanlah maksudnya adalah mereka menyeru orang-orang untuk menyembah diri mereka, kalau mereka menyeru demikian, maka tak ada satu pun yang akan menyambutnya, akan tetapi maksudnya adalah mereka menghalalkan yang haram, dan mengharamkan yang halal , lalu orang-orang mengikutinya dengan tanpa disadarinya mereka telah menyembahnya))[1].

Kata ibadah yang digunakan dalam ayat tersebut digunakan pada zaman masyarakat jahiliah pertama untuk ibadah selain kepada Allah Swt, oleh sebab itu, terdapat pula di awal surat dari beberapa surat dari Al-Qur’an yang menunjukkan perintah untuk tidak taat kepada selain Allah Swt { كَلا لا تُطِعْهُ} {sekali-kali tidak! Janganlah kamu patuh kepadanya} (Al-‘Alaq: 19), dan pada saat itu ketaatan kepada tuhan-tuhan buatan bermacam-macam bentuknya, seperti

 }مَا نَعْبُدُهُمْ - أي الأصنام - إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى{

 {“Kami tidak menyembah mereka – yakni patung-patung - melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.”} (Az-Zumar: 3),

}وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ{

{dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah} ( Ali Imran: 64),

}إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا{

{Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)} (Al-Ahzab: 67),

}فَاتَّبَعُواْ أَمْرَ فِرْعَوْنَ وَمَا أَمْرُ فِرْعَوْنَ بِرَشِيدٍ{

{tetapi mereka mengikuti perintah Firaun, padahal perintah Firaun bukanlah (perintah) yang benar} (Hud: 97),

}فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً{

{Kemudian datanglah setelah mereka pengganti yang mengabaikan salat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat} (Maryam: 59),

} وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ{

{Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk} (Al-Baqarah: 170),

} وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ مَّرِيدٍ، كُتِبَ عَلَيْهِ أَنَّهُ مَن تَوَلاهُ فإنه يُضِلُّهُ وَيَهْدِيهِ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ{

{Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu dan hanya mengikuti para setan yang sangat jahat. * (Tentang setan), telah ditetapkan bahwa siapa yang berkawan dengan dia, maka dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka} (Al-Haj: 3-4),

} إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ{

{Ketika orang-orang yang kafir menanamkan kesombongan dalam hati mereka (yaitu) kesombongan jahiliah} (Al-Fath: 26).

          Itulah sebenarnya hakikat dari tuhan-tuhan masyarakat jahiliah pertama, yang mana mereka menyembahnya yakni (patung-patung, ulama yang tidak mukhlis, Firaun, hawa nafsu amarah yang buruk dan syahwat, iblis, asabiah dan fanatisme kelompok, kebiasaan, adat istiadat yang diwariskan dari para pendahulunya) dan keseluruhannya itu berpijak pada asasnya yakni mengikuti hawa nafsu,

}فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ{

{Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti keinginan mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti keinginannya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun? Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim} (Al-Qasas: 50).

          Dan apakah ada perbedaan dalam kondisi dan situasi jahiliah dahulu dengan kondisi dan situasi jahiliah di masa kini? Bukan yang saya inginkan di sini adalah sebagian dari umat yang mengatasnamakan dirinya sebagai umat yang maju dan beradab, maka sesungguhnya kebanyakan mereka itu telah tenggelam dalam rawa budaya jahiliah, dari atas kepalanya sampai lekukan kedua telapak kakinya. Marilah kita lanjut kepada pembahasan terbaik kita yang berkaitan dengan orang-orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai seorang muslim, akan tetapi mereka di bawah kendali orang-orang kafir yang melawan, memanjakan diri mereka sendiri pada panggilan syahwat dan hawa nafsu, dan apa-apa yang dibuat-buatnya berupa tuhan-tuhan baru seperti contoh kecilnya adanya budaya senam yang menampilkan badan terbuka, seni terampil yang menunjukkan kemaksiatan dan kefasadan, dan sebagian pemikiran serta aturan yang menyimpang. Begitu juga, di satu sisi mereka mengikuti dan taat kepada para tuan, orang-orang besar dan kepala suku, pemimpin, yang mana mereka sendiri memiliki aturan yang tidak memedulikan syariat yang suci, mereka menghalalkan apa yang Allah Swt haramkan, dan mengharamkan apa yang Allah Swt halalkan, mereka masih mengikuti adat kebiasaan dari para kakek moyang mereka dan menaatinya lebih dari pada syariat Allah Swt, sampai batas mereka rida dengan maksiat kepada Allah Swt terjadi pada masyarakat, asalkan tidak keluar dari adat istiadat kakek moyang mereka, karena keluar darinya adalah hal yang ditentang mereka, ungkapan mereka seperti :

(النار ولا العار) (masuk ke dalam api (siksaan) lebih baik daripada menahan rasa malu (dari meninggalkan budaya dan adat istiadat), hal ini sangat berbalik dengan konsep Islam yang dicontohkan oleh Imam Husein as di Karbala, dengan perkataannya :

الموت أولى من ركوب العار      والعار أولى من دخول النار

(Kematian lebih baik dari  menerima cacian dan penghinaan dari pihak lain, dan menahan cacian dan penghinaan lebih baik dari pada masuk api neraka/ mendahulukan kehidupan akhiran lebih baik dari dunia walaupun harus mendapatkan cacian dan penghinaan demi menjalankan kebenaran).

          Hal tersebut terbukti keberadaannya di dalam adat istiadat dan budaya mereka di masa kini, seperti halnya seorang wanita yang mengikuti budaya pertemanan dan pergaulan tanpa melihat batas syariat, model busana dan apa yang muncul dari etika dan budaya barat dari cara berpakaian serta penggunaan peralatan kecantikan meskipun hal tersebut bertolak belakang dengan syariat, maka apakah masih ada faedahnya ibadah, ketaatan, tawalli dari wanita tersebut? Hal tersebut bagian terkecil dari contoh syirik yang terlihat, dan Al-Qur’an mengabarkan kita bahwa tuhan-tuhan  buatan itu akan berlepas diri dari hamba-hambanya di hari kiamat dan tidak ada manfaat sedikit pun dari penyesalan mereka:

}وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبّاً لِّلّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُواْ إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلّهِ جَمِيعاً وَأَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ، إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُواْ مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ وَرَأَوُاْ الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأَسْبَابُ، وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّؤُواْ مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ{

{Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikuti, dan mereka melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus. Dan orang-orang yang mengikuti berkata, “Sekiranya kami mendapat kesempatan (kembali ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal per-buatan mereka yang menjadi penyesalan mereka. Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka} (Al-Baqarah: 165-167).

          Pengulasan ayat di atas sangatlah baik untuk diperhatikan, sebab ayat tersebut membahas mengenai umat manusia yang menyimpang dari keyakinan yang benar, karena mereka menjauh dari konsep tauhid yang murni, dan ketaatan mereka kepada Allah Swt sangat lebih sedikit dibandingkan dengan ketaatan mereka pada patung-patung yang bermacam-macam, akan tetapi pembahasan kita pada masalah patung-patung dengan bentuk yang baru yang lebih melekat pada diri manusia walaupun tidak disadari, karena begitu samar dan tidak terlihat pada diri orang-orang mukmin apalagi pada selain orang-orang mukmin sehingga banyak dari  mereka yang tidak menyadari keberadaannya.

          Sedangkan dalam permasalahan syirik yang tersembunyi maka bencana yang akan menimpa lebih besar lagi. Sangat jarang amal yang ikhlas dilakukan walaupun orang yang melakukannya amalan tersebut menyangka perbuatan yang dilakukannya didasari dengan keikhlasan, tetapi mengapa banyak dari mereka, ketika membangun masjid mereka menginginkan untuk ditulis namanya pada papan yang besar, jikalau amal kebaikan tersebut khusus hanya untuk Allah Swt semata, mengapa dia selalu menyebut-nyebut pemberiannya dan membicarakannya kepada orang lain?

          Dan sifat kedua dari sifat dan karakter jahiliah adalah bahwa aturan yang disusun untuk menangani segala urusan masyarakat dan untuk mencari solusi dari segala perselisihan di antara mereka jauh dari syariat Allah Swt { أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ} {Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki?} (Al-Maidah: 50), maka menurut ungkapan Al-Qur’an hukum dan aturan selain apa yang diturunkan oleh Allah Swt adalah hukum dan aturan jahiliah, dan apa yang kita lihat dari masyarakat kita yang hidup di bawah aturan kesukuan, kelompok serta adat istiadat nenek moyang merekalah yang menghakimi mereka dan menjadi aturan bagi  mereka dan bukan dari apa-apa yang Allah swt turunkan dari kekuatan dan  pengetahuan yang benar berupa Al-Qur’an, akan tetapi manusia sendirilah yang menetapkan aturannya karena kebodohannya yang jauh dari cahaya Allah Swt, hal ini hanya sekedar contoh yang nyata yang terjadi di sekitar kita, dan mungkin saja di antara kalian bisa memberikan contoh lain dan bagian wilayah kehidupan masyarakat lainnya sehingga kalian bisa mendatangkan contoh lainnya yang lebih banyak lagi dan terlihat dengan jelas. Anda bisa melihat bahwa di dunia internasional yang berbeda-beda sekarang, umat manusia berpegang pada hukum dan aturan dengan aturan, hukum , syariat dan ideologi yang dibuat oleh manusia itu sendiri  yang penuh dengan kekurangan, yang tidak memiliki kemudaratan dan manfaat bagi dirinya sedikit pun apalagi bagi orang lain , dan tidak melihat jauh lebih luas lagi , hanya memandang dengan ilmu yang sedikit, maka kita melihat setiap hari berubah isi aturan tersebut, lalu penambahan dalam baris teks aturan, kadang pula dihapus dari sisi lainnya, kemudian ditemukan kekeliruan dari aturan tersebut, seperti halnya tambal sulam saja yang terus demikian adanya, hal ini telah digambarkan oleh sebagian hadis yang mulia bagi siapa saja yang memegang aturan yang tak sesuai dengan syariat dan pengabaian dalam pelaksanaannya karena kebodohannya, seperti perkataan Imam as:

)(من مات ولم يوص مات ميتة جاهلية()

((Barang siapa yang mati dan tidak berwasiat, kemudian mati, maka matinya mati jahiliah))[2].

          Firaun yang mengatakan : { مَا أُرِيكُمْ إِلا مَا أَرَى} {“Aku hanya mengemukakan kepadamu, apa yang aku pandang baik} (Gafir: 29), bukanlah suatu pernyataan pada kondisi sementara saja atau pendapat pribadi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi hal itu dilakukan secara berkesinambungan dari banyak orang yang menganggap dirinya pembuat aturan dan syariat selain Allah Swt.

          Dari tanda-tanda budaya jahiliah adalah penyimpangan akidah mereka, saya akan menunjukkan hal itu dengan ayat berikut ini : { يَظُنُّونَ بِاللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ} {mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah} (Ali Imran: 154), sebagian dari mereka meyakini hal yang menyimpang lainnya, seperti halnya ketika mereka melakukan hal-hal yang maksiat, akan tetapi mereka meyakini akan mendapatkan keselamatan di akhirat dan terhindar  dari siksa api neraka karena maksiat tersebut jikalau mereka menyerahkan kurban kepada tuhan-tuhan mereka, mereka akan terselamatkan.  Di dalam masyarakat kita pun , ditemukan hal yang semisal dikarenakan mereka meresapi betul perkataan para pengkhotbah mimbar Huseini yang keliru mengartikannya ataupun keliru memahaminya di dalam benak mereka, sehingga mereka menyangka walaupun mereka berbuat kemungkaran dan dosa besar akan tetapi dengan meneteskan air mata walaupun setetes darinya untuk Imam Husein as maka hal itu diyakini mampu menyelamatkan mereka dan mencukupi bagi mereka untuk masuk ke surga, bukan tanpa pegangan, akan tetapi mereka berpegang pada hadis syarif:

()من بكى على الحسين ولو مقدار جناح بعوضة وجبت له الجنة() 

((Barang siapa yang menangisi Al-Husein as, walaupun tangisannya sebanyak sayap lalat sekalipun, wajib baginya surga))[3], begitu juga mereka memegang perkataan para penyair :

فإنَّ النار ليس تمس جسماً            عليه غبار زوار الحسينِ

(Sesungguhnya api neraka tidak akan menyentuh anggota badan yang padanya ada debu para peziarah Al-Husein as).

          Kita pada hakikatnya tidaklah mengingkari karomah Imam Husein as yang diberikan Allah Swt khusus untuknya, bahkan Imam as memiliki kepantasan lebih dari kemuliaan yang telah diberikan kepadanya: tetap perlu diketahui bahwa karomah tersebut masih berupa muqtadhi (bagian penentu sebab) dan bagian dari llat (sebab) untuk bisa masuk ke surga, akan tetapi memerlukan bagian dari sebab- sebab lainnya supaya sempurna sebabnya, seperti terpenuhinya segala syarat dan tidak adanya penghalang terhadap sebab tadi. Yang menjadi syarat pertama adalah ketaatan kepada Allah Swt terhadap segala perintah dan larangannya, dan hal ini disebutkan oleh Al-Qur’an secara jelas:

} وَلا يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى{

{ dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai (Allah)} (Al-Anbiya: 28),

begitu juga hadis dari Imam Shodiq as : ((لن تنال شفاعتنا مستخفاً بالصلاة)) ((tidak akan mendapatkan syafaat dari kami orang-orang yang melalaikan salat))[4], seakan akan bertolak belakang dengan ayat :

}فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ، وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ{

{Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya,  dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya} (Az-Zalzalah: 7-8),

kecuali amalan buruk tadi diakhiri dengan tobat yang benar, maka amalan buruk tadi walau seberat zarrah akan terhapus.

          Penyimpangan dalam akidah dan keyakinan memiliki pengaruh yang sangat berbahaya dalam menjauhkan umat manusia dan mengurangi perhatian mereka pada agama, setelah mereka memeluk keyakinan yang jauh dari Al-Qur’an, mereka dapat dipastikan akan meninggalkan segala amalan dan perintah dari Al-Qur’an.

          Bagian dari pengajaran budaya jahiliah adalah membuka diri yang harusnya ditutupi dan bersolek (untuk non mahram), menunjukkan keindahan yang bisa memikat hati orang lain, berbuat tanpa rasa malu, tersebarnya perbuatan keji, buruk dan maksiat, Allah Swt berfirman : {وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُولَى} {dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu} (Al-Ahzab: 33).  Umat manusia di zaman sekarang telah melebihi umat-umat sebelumnya dalam kefasikan, kemaksiatan, keahlian dalam memvariasikan bentuk perbuatan buruk, dosa dan kesesatan, menceburkan manusia lainnya dalam perzinaan, kefajiran, dan juga mereka mencari inovasi dari peralatan, media yang berkembang untuk menumbuhkan dan menyebarkan kemaksiatan, seperti halnya masyarakat jahiliah dahulu yang menciptakan segala bentuk cara dan aturan untuk memuaskan segala keinginan dan nafsu terhadap lawan jenis dengan bentuk dan metode yang diajarkan para pengikut setan. Misalnya mereka orang-orang Quraisy di zaman dulu memiliki kebiasaan berdasarkan aturan yang dibuat mereka sendiri mengenai pengharaman pakaian sehari-hari digunakan untuk melakukan tawaf mengelilingi Kabah, karena mereka meyakini bahwa hal itu merupakan perbuatan maksiat kepada Allah Swt, dan termasuk dosa, maka diharuskan bagi yang ingin tawaf mengelilingi Kabah untuk memakai pakaian penduduk Mekah atau busana yang baru atau pun dengan keadaan telanjang.

          Para pengikut setan di masa kini memiliki metode dan cara untuk menyebarkan kemaksiatan  selain dari tempat hiburan dan kefasikan serta kefajiran yakni misalnya sesuatu dengan nama senam badan - dengan bercampur pria dan wanita dengan menggunakan pakaian ketat dan terbuka-  yang mana tidak kalah pengaruhnya bisa lebih merusak dari tempat-tempat hiburan dan kemaksiatan, bahkan media dan tempat hiburan lebih halus , karena kefasikannya sangat tersembunyi, bahkan mayoritas orang tidak menyukainya, orang-orang malu untuk mendatanginya secara terang-terangan, akan tetapi hal ini yakni senam badan di praktikan  secara terang-terangan, bahkan mereka bangga dengan senam tersebut, bahkan banyak orang memujinya. Tidakkah Anda melihat permainan apakah yang bisa menjadikan mereka dalam genggaman pengaruh setan dan mengendalikannya sesuai dengan keinginannya. Begitu pun jenis dan cara lain dari metode untuk menyebarkan kemaksiatan adalah seperti perlombaan ratu kecantikan, atau dengan bentuk lain seperti pementasan model pakaian (dengan model wanita yang membuka segala auratnya), ataupun dengan mengatasnamakan sebuah seni keindahan , dan semua hal itu hanyalah hawa nafsu, sebuah lawakan kefasikan, kefajiran, akan tetapi dibungkus dengan bentuk yang bisa diterima oleh masyarakat, tidak ada dari hal itu yang akan selamat dari azab, kecuali orang yang Allah Swt jaga dari perbuatan dan budaya jahiliah tersebut. Tujuan dari penyebaran budaya jahiliah ini tidak lain hanyalah supaya umat manusia berperilaku seperti halnya hewan buas dan kerusakan pada hubungan antara pria dan wanita, serta membangkitkan api syahwat yang menyala-nyala, yang mana mereka sendiri tidak meninggalkannya dan tidak pula membiarkannya.

          Dan dari sifat dan karakter budaya jahiliah juga adalah kerusakan dalam pandangan dan penyimpangan dalam pemikiran terhadap kehidupan, seperti halnya sebagian yang terpengaruh budaya jahiliah menolak untuk menikahi anak-anak putri mereka dari selain golongan mereka, karena mereka melihat diri mereka memiliki derajat lebih dari selainnya, dan mereka dikenal dengan istilah al-humus, dan di zaman sekarang pun bisa ditemukan praktik jahiliah ini , dan mungkin contoh yang paling jelas ketika seorang  dari kaum sadat yang merupakan keturunan Rasulullah saww , mereka tidak menikahkan putri-putri mereka dan wanita-wanita mereka kecuali dengan kaum sayid lagi, walaupun mereka sampai perawan tua sekalipun dan hilang masa produktif untuk menikah, karena mereka dilarang untuk mendapatkan hak yang legal bagi mereka dan menikmati untuk hidup dalam jalinan keluarga bahagia sebagai seorang ibu. Semua itu disebabkan oleh suatu pemikiran yang keliru dan terpengaruh pandangan jahiliah, karena tidak ada sedikit pun  pola pandang tadi ditemukan di dalam sumber Al-Qur’an :

}خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء{

{dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak} (An-Nisa: 1), berbeda dengan pengajaran Rasulullah saww mengenai hal ini, Beliau saww bersabda :

)(إذا جاءكم من ترضون خلقه ودينه فزوجوه)(

((Jika datang kepada kalian seorang pria yang diterima dari putri-putri kalian dari perawakan dan agamanya maka nikahilah))[5].

          Dan jikalau mereka memiliki kemuliaan karena keturunan Rasulullah saww, maka kemuliaan Rasulullah saww itu dikarenakan penisbahannya kepada Islam dan ketaatan totalnya kepada Allah Swt, dan bukan hanya karena Muhammad bin Abdullah , Allah Swt berfirman:

}لَئِنْ أَشرَكتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ{

{“Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi} (Az-Zumar: 65),

}وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الأَقَاوِيلِ، لأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ، ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ، فَمَا مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ{ 

{ Dan sekiranya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, pasti Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian Kami potong pembuluh jantungnya. Maka tidak seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami untuk menghukumnya)} (Al-Haqqah: 44-47), dan Rasulullah saww pernah bersabda untuk dirinya: ((ولو عصيت لهويتُ)) ((Jikalau aku bermaksiat, maka aku telah jatuh))[6], maka Apakah masih ada nilainya lagi bagi mereka yang berdagang dengan nama Rasulullah saww sedangkan mereka melawan syariat Rasul saww?

          Bagian dari perbedaan antara ajaran tipuan setan dengan Tuhan yang hakiki adalah perbedaan dan perubahan terhadap sesuatu yang menjadi ukuran keutamaan dan kemuliaan, yang mana manusia berlomba-lomba untuk mendapatkannya, Al-Qur’an secara jelas mengatakan :{ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ} { Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa} (Al-Hujurat: 13),

} قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ{

{Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”} (Yunus: 35), { وَقَالُوا نَحْنُ أكثر أَمْوَالاً وَأَوْلاداً وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ} {Dan mereka berkata, “Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab.”} (Saba: 35), dan  perbedaan ini adalah sesuatu yang sangat jelas yang tidak perlu saya utarakan contoh-contohnya. Adapun kedua ayat selanjutnya menjelaskan mengenai perbandingan yang jelas di antara  kedua ajaran tersebut:

}زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ، قُلْ أَؤُنَبِّئُكُم بِخَيْرٍ مِّن ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ{

{Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.  Katakanlah, “Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya} (Ali Imran: 14-15).

Dan Allah Swt berfirman :

}وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُم بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِندَنَا زُلْفَى إِلا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ لَهُمْ جَزَاء الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آمِنُونَ{

{Dan bukanlah harta atau anak-anakmu yang mendekatkan kamu kepada Kami; melainkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda atas apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga} (Saba: 37).

          Hal-hal yang menunjukkan persamaan antara kedua jahiliah -  yang awal dan yang di masa kini- adalah tersebarnya tabiat yang buruk dan tercela, contoh yang paling jelas misalnya minum khamr, curang dalam timbangan jual beli, penipuan, berbohong, liwat, oleh sebab itu dalam hal ini Allah Swt berfirman :

 }وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنكَرَ{

{dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu} (Al-Ankabut: 29),

}وَلاَ تَبْخَسُواْ النَّاسَ أَشْيَاءهُمْ{

{dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun} (Al-A’raf: 85),

}وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ، الَّذِينَ إذا اكْتَالُواْ عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ، وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ{

{Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi} (Al-Muthaffifin: 1-3). Dilain hal mereka mengejek orang-orang yang berbuat benar dan orang-orang bersih,

}وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَن قَالُواْ أَخْرِجُوهُم مِّن قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ{

{Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Usirlah mereka (Lut dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci.”} (Al-A’raf: 82).

Sedangkan Jakfar bin Abi Thalib yang nama besarnya dicatat di dalam sejarah, yang mana dia termasuk orang yang mengharamkan atas dirinya minuman khamr, zina di zaman jahiliah sekalipun, dan dari keburukan akhlak seperti kebiasaan pihak yang berkuasa dan kuat menindas yang lemah, menghilangkan sifat kemanusiaan apalagi sifat-sifat ilahiah, yang terpenting dari segala hal menurut kaum jahiliah adalah kepentingan pribadi yang diutamakan. Dan kita pun melihat peradaban masa kini yang merusak umat manusia secara keseluruhan dan menghancurkan segenap generasi demi sesuatu yang dinamakan “kemaslahatan”(atas parameter hawa nafsu), yang mana hal itu di atas segala sesuatu bagi mereka – walaupun berseberangan dengan syariat – dan sebagian mengklaim bahwa tujuan hakiki sebenarnya adalah keridaan Allah Swt, dan kemenangan di akhirat , maka hal itu adalah  keliru dan telah bercampur antara hak dan batil, Allah Swt berfirman :

}وَطَآئِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَل لَّنَا مِنَ الأَمْرِ مِن شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنفُسِهِم مَّا لاَ يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ{

{sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?”} (Ali Imran: 154).

Dan inilah sebenarnya yang menjadi tujuan mereka  bukan untuk Allah dan kehidupan di akhirat – yang mereka jalani dalam hidup, oleh sebab  itulah mereka mengatakan : “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?”.

          Dari kekhususan jahiliah yang terpenting dan perlu kita ketahui, dan juga hal ini merupakan sebab dalam mewujudkan karakter dan budaya jahiliah tersebut adalah meninggalkan Amar makruf dan nahi mungkar, dan justru inilah yang sangat diwanti-wanti Rasulullah saww kepada umat islam :

))كيف بكم إذا فسدت نساؤكم وفسق شبابكم ولم تأمروا بالمعروف ولم تنهوا عن المنكر؟ فقيل له: ويكون ذلك يا رسول الله؟ فقال: نعم، وشر من ذلك، كيف بكم إذا أمرتم بالمنكر ونهيتم عن المعروف؟ فقيل له يا رسول الله ويكون ذلك؟ فقال (صلى الله عليه وآله): وشر من ذلك، كيف بكم إذا رأيتم المعروف منكراً والمنكر معروفاً((

((Apa yang akan kalian lakukan, jikalau wanita-wanita (di masyarakat) mu melakukan kefasadan, dan pemuda-pemudi (di masyarakat) mu berbuat kefasikan, dan kalian tidak memerintah pada yang makruf dan tidak melarang dari yang mungkar? Kemudian dikatakan kepadanya saww : apakah hal itu akan terjadi ya Rasulullah saww? Kemudian Rasul saww bersabda: betul akan terjadi, bahkan lebih buruk dari itu, dan bagaimana juga jikalau kalian memerintahkan pada  hal yang mungkar dan melarang dari kebaikan? Kemudian dikatakan kepada Rasul saww: apakah hal itu pun akan terjadi? Rasul saww bersabda: bahkan lebih buruk dari itu, dan apa yang akan kalian lakukan jikalau kalian melihat yang baik jadi mungkar dan yang munkar jadi baik?))[7].

Hal itulah yang telah terjadi di masyarakat zaman sekarang, kesalahan pertama ada pada pihak yang mengetahui agama, atau ulama atau rabbaniyyun menurut ungkapan Al-Qur’an, yang  mana dengan kelalaian dan kemunduran mereka, serta lari  dari menjalankan tugas-tugas mereka, yang paling jelas contohnya adalah dari rabbaniyyun adalah anda sekalian wahai para pelajar agama dan para tokoh pemuka hauzah ilmiah syarifah, Allah Swt berfirman :

}وَتَرَى كَثِيراً مِّنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ، لَوْلاَ يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالأَحْبَارُ عَن قَوْلِهِمُ الإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَصْنَعُونَ{

{Dan kamu akan melihat banyak di antara mereka (orang Yahudi) berlomba dalam berbuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat. Mengapa para ulama dan para pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat} (Al-Maidah: 62-63).

}كَانُواْ لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ، تَرَى كَثِيراً مِّنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنفُسُهُمْ أَن سَخِطَ اللّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ{

{Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat. Kamu melihat banyak di antara mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir (musyrik). Sungguh, sangat buruk apa yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Allah, dan mereka akan kekal dalam azab} (Al-Maidah: 79-80).

          Karakteristik lain dari masyarakat jahiliah adalah jauh dari Islam dan kesetiaan mereka kepada orang-orang yang kafir yang menentang, dalam hal ini Amirul mukminin berkata :

))أما بعد فإنه إنما هلك من كان قبلكم حيثما عملوا من المعاصي ولم ينههم الربانيون والأحبار عن ذلك، وأنهم لما تمادوا في المعاصي نزلت بهم العقوبات فأمروا بالمعروف ونهوا عن المنكر واعلموا أن الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر لن يقربا أجلاً ولن يقطعا رزقاً((

((Amma Ba’du, sesungguhnya celaka dan binasa umat-umat sebelum kalian, ketika mereka senantiasa melakukan maksiat, sedangkan rahib dan para pendeta dan orang alim di antara mereka tidak melarangnya, dan ketika mereka melanjutkan perbuatan maksiat tersebut turunlah azab kepada mereka, maka jalankanlah amar makruf nahi munkar, dan ketahuilah bahwa amar makruf nahi munkar keduanya tidak mendekatkan pada kematian, dan tidak memutuskan rezeki))[8].

          Dari sana bisa kita lihat bahwa, tanpa menjalankan tugas kewajiban tersebut maka tidak ada nilainya lagi bagi orang-orang mukmin, tidak di hadapan Allah Swt dan tidak pula di hadapan Rasul-Nya, bahkan tidak pula bernilai di depan musuh-musuhnya, seperti halnya segolongan muwahid di antara kaum Quraisy dan mereka memeluk keyakinan yang lurus yang meninggalkan peribadatan pada patung-patung, dan khusyuk beribadah hanya kepada Allah Swt, akan tetapi mereka tidak memiliki nilai di hadapan orang-orang musyrik, bahkan tidak diperhatikan sama sekali keberadaan mereka, sebab mereka meninggalkan kewajiban besar tadi.

          Pada hakikatnya menegakkan tugas kewajiban ini adalah bagian dari sifat masyarakat Islam,

}كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ{

{Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar} (Ali Imran: 110), 

}وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ، الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأُمُورِ{

{Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan} (Al-Hajj: 40-41),

}وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ{

{Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar} (Ali Imran: 104),

}وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ{

{Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana} (At-Taubah: 70),

Masih banyak ayat-ayat lainnya yang menunjukkan tema yang sama, dan di sini kita tak akan menyebutkan seluruh ayat yang berkaitan dengannya, akan tetapi pembahasan ini didasari dengan ulasan singkat yang bisa mengisyaratkan saja sebagai usaha untuk membuka pintu berpikir terhadap permasalahan yang penting ini , dan insyaallah dari  satu pintu ini terbuka seribu pintu-pintu yang bermanfaat lainnya, dengan kuasa Allah Swt Yang Maha Luas dan Maha Rahman.

          Dari karakteristik lain budaya jahiliah adalah kehidupan mereka yang dipenuhi dengan keyakinan khurafat dan dongeng khayalan,  misalnya orang-orang arab menganggap sial akibat dari suara burung gagak dan burung hantu, begitu juga orang barat menganggap sial akibat dari huruf 13, begitu juga maraknya sekarang ini para ahli ramal dan dukun sehingga pasar ramalan dan perdukunan laku di kalangan masyarakat, dan juga kita sering melihat peramal pembaca garis-garis telapak tangan, ilmu ramal (huruf), ramalan bintang, tharihah, ashābunnur,  dan muthawwa’at, yang mana mereka tertipu dengan hal-hal demikian karena kebodohan dan kepolosan berpikir.

          Dari karakteristik lain dari budaya jahiliah adalah menghalang-halangi Al-Qur’an, dan menjauhkan umat manusia darinya dengan berbagai macam cara, seperti halnya Nadhr bin Harits yang pergi ke negeri Persia dan belajar dari para pendeta raja di daerah itu, kemudian dia mengikuti  dan menghadiri majelis Rasulullah saww, ketika Rasulullah saww selesai dan keluar dari majelis, Nadhr duduk di antara para sahabat yang ada di majelis, dan berkata kepada mereka: Demi Allah mana yang lebih baik perkataannya, kisah-kisah yang saya sampaikan kepada kalian atau perkataan dari Muhammad saww? Ada juga dari mereka kaum jahiliah yang  menganggap Al-Qur’an atau hadis yang disalin oleh mereka pagi dan sore sebagai mitos dan dongeng saja, atau perkataan yang direka-reka saja, ataupun mereka melakukan aksi makar dengan mengganggu dengan suara yang tinggi ketika Nabi saww membacakan Al-Qur’an untuk memindahkan perhatian orang-orang supaya tidak mendengarkan Al-Qur’an, dalam hal ini Al-Qur’an menggambarkan mereka dengan firman-Nya

} وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ{

{Dan orang-orang yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al-Qur'an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan (mereka).”} (Fussilat: 26),

}وَإِن يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ{

{ Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus menerus.”} (Al-Qamar: 2), begitu juga jahiliah di zaman sekarang ini, tidak ada bedanya antara karakteristik jahiliah sekarang dengan jahiliah di masa itu. Ada juga di antara mereka yang menganggap Al-Qur’an sebagai kata-kata Muhammad saww saja sebagai hasil dari puncak kesempurnaan manusia, dan bukan sebagai wahyu Tuhan, bahkan mereka berusaha menuliskan hal-hal yang mereka anggap kontradiksi di dalam Al-Qur’an, walaupun kenyataannya mereka tidak mampu melakukan hal itu, akan tetapi mereka memaksakannya dengan menduga-duga keberadaan isi Al-Qur’an yang kontradiksi bagi mereka, mereka sengaja – dengan apa yang mereka lakukan dari kejahatan, makar dan penipuan – untuk menghilangkan isi kandungan Al-Qur’an dan menghapuskannya secara pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta mereka mengubah Al-Qur’an menjadi sesuatu yang persis dengan nasyid atau nyanyian yang biasa di dendangkan oleh mereka para penyanyi , dengan disertai sambutan bagi para pendengarnya dari nyanyian tersebut dengan teriakan (Allah Allah Ya Syeikh), ada juga dari mereka yang mengubahnya hanya dalam bentuk jimat-jimat yang digantungkan pada dada-dada mereka atau di atas rumah-rumah mereka. Cara tersebut seperti yang kalian lihat lebih berbahaya dari cara yang diambil Nadhr bin Harits dan yang semisalnya, bahkan termasuk makar yang lebih parah, dan memberikan pengaruh yang lebih besar.

          Dari tingkah laku yang muncul terlihat dari masyarakat jahiliah adalah kejumudan dalam mengikuti adat istiadat yang diwariskan dari para pendahulu mereka disertai dengan mewajibkan dari mereka untuk melakukannya tanpa ada usaha untuk keluar dari fanatisme kejumudan tadi. Walaupun telah sampai pada mereka dalil dan kebenaran yang menolak kebiasaan dan adat istiadat mereka, mereka tetap tidak menerimanya. Tingkah laku ini merupakan pengaruh dari sifat keras kepala dan kebekuan dalam berpikir serta kekakuan dalam hati dan perasaan,  karena kebiasaan yang mereka ikuti berasal dari kakek nenek moyang mereka yang dianggap sebagai sesuatu yang sakral dan susah untuk di rubah. Al-Qur’an  dalam hal ini beberapa kali mengulasnya, sehingga kita bisa memahami bahwa kebiasaan yang muncul dari mereka adalah sebuah cobaan dan ujian yang sama bagi para nabi terdahulu, Allah Swt berfirman :

}وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ{

{Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk} (Al-Baqarah: 170),

}إِنَّهُمْ أَلْفَوْا آبَاءهُمْ ضَالِّينَ، فَهُمْ عَلَى آثَارِهِمْ يُهْرَعُونَ{

{Sesungguhnya mereka mendapati nenek moyang mereka dalam keadaan sesat, lalu mereka tergesa-gesa mengikuti jejak (nenek moyang) mereka} (As-Saffat: 69-70),

}قَالُواْ أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِن كُنتَ مِنَ الصَّادِقِينَ{

{Mereka berkata, “Apakah kedatanganmu kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu benar!”} (Al-A’raff: 70),

}بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِم مُّهْتَدُونَ، وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ إِلا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِم مُّقْتَدُونَ، قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُم بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدتُّمْ عَلَيْهِ آبَاءكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُم بِهِ كَافِرُونَ{

{Bahkan mereka berkata, “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka. ”Dan demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekedar pengikut jejak-jejak mereka.”(Rasul itu) berkata, “Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih baik daripada apa yang kamu peroleh dari (agama) yang dianut nenek moyangmu.” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami mengingkari (agama) yang kamu diperintahkan untuk menyampaikannya.”} (Az-Zukhruf: 22-24),

Kedua ayat terakhir menjadi dalil mengenai ujian dan cobaan kepada siapa saja yang ingin membebaskan masyarakatnya dari kejumudan dan berusaha untuk memperbaikinya,

}وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِك{

{”Dan demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri} (Az-Zukhruf: 23),

Ayat ini tidak khusus untuk para nabi, tetapi bisa meluas kepada selain mereka.

Masyarakat jahiliah di zaman sekarang tidak ada bedanya dengan jahiliah di zaman dulu dalam hal ini, dan banyak bukti yang menunjukkan hal itu, akan tetapi banyak dari masyarakat kita yang  mendukung adat kebiasaan terdahulu (kecenderungan menarik adat kebiasaan terdahulu untuk diterapkan di zaman sekarang/ naz’ah al-istishabiyah) menurut istilah yang digunakan para pemikir dari kalangan hauzah.

          Bagian dari tanda-tanda masyarakat jahiliah adalah tidak makrifat kepada Imam yang hakiki ((من مات ولم يعرف إمام زمانه مات ميتة جاهلية)) ((barang siapa yang mati tidak mengetahui imam zamannya, maka matinya jahiliah))[9]. Maksud dari makrifat di sini bukanlah hanya mengenai nama Imam saja tetapi makrifat terhadap keseluruhan tugas dan kesempurnaan taklif beserta pengamalannya dengan sebenar-benarnya di hadapan Imam as, kesalahan ini sangat jelas di hadapan Sahibuzzaman as, seperti yang digambarkan mengenai hal ini di dalam salah satu doa ma’tsur :

)) اللهم عرفني نفسك فإنك إن لم تعرفني نفسك لم أعرف نبيك اللهم عرفني رسولك فإنك إن لم تعرفني رسولك لم أعرف حجتك اللهم عرّفني حجّتك فإنك إن لم تعرفني حجتك ضللت عن ديني((

((Ya Allah, kenalkanlah diri-Mu kepadaku, karena Jikalau Engkau tidak mengenalkan-Mu kepadaku maka aku tak akan mengenal nabimu, ya Allah, kenalkanlah kepadaku rasul-Mu, karena sesungguhnya Engkau jikalau tidak mengenalkan Rasul-Mu kepadaku aku tidak akan mengenal Hujjah (Imam) -Mu, ya Allah kenalkanlah kepadaku Hujjah -Mu, karena jikalau Engkau tidak mengenalkan kepadaku Hujjah – Mu aku tersesat dari agamaku))[10], kesesatan dari agama itulah sebenar-benarnya jahiliah.

          Pembahasan mengenai makrifat kepada Imam dan Hujjah di setiap zaman, mengetahui tugas kita di zaman kegaiban ini, kewajiban kita di hadapan Imam Zaman as, dan jawaban serta solusi dari banyak pertanyaan, persoalan, permasalahan mengenai pemikiran konsep keimamahan adalah pembahasan yang banyak dilupakan oleh orang-orang mukmin apalagi dari orang-orang selain mukmin, sedangkan mereka (para imam as)   adalah pintu untuk pendekatan diri kepada Allah Swt dan tidak mungkin datang untuk takarub kepada-Nya kecuali melalui pintunya ((باب الله الذي لا يؤتى إلا منه)) ((mereka as) adalah pintu Allah yang tak bisa masuk kecuali melalui pintunya))[11], dan bagaimana seseorang bisa mendapatkan petunjuk untuk makrifat kepada Allah kalau dia tidak mengenal pintunya, dan tidak ada selain Allah kecuali kesesatan semata.

          Dan dari karakteristik Jahiliah juga adalah penghambaan kepada materi dunia dan pengingkaran terhadap apa-apa dibalik materi yang terlihat, begitu juga mereka menolak hal-hal yang gaib, Allah Swt berfirman :

}وَقَالُواْ إِنْ هِيَ إِلاَّ حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ{

{Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), “Hidup hanyalah di dunia ini, dan kita tidak akan dibangkitkan.”} (Al-An’am: 29),

}وَقَالُوا مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلا الدَّهْرُ وَمَا لَهُم بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلا يَظُنُّونَ{

{Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja.} (Al-Jasiyah: 24),

Dari sanalah Al-Qur’an telah mengasas tujuan hidup yang luhur, dan memberikan fondasi dan potensi bagi seluruh kehidupan manusia untuk mencapai tujuan tersebut,

}وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ{

{Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku} (Az-Zariat: 56),

}قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُّجِيبٌ{

{Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (doa hamba-Nya).”} (Hud: 61),

}ثُمَّ جَعَلْنَاكُمْ خَلاَئِفَ فِي الأَرْضِ مِن بَعْدِهِم لِنَنظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ{

{Kemudian Kami jadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (mereka) di bumi setelah mereka, untuk Kami lihat bagaimana kamu berbuat} (Yunus: 14),

Maka dari itulah, manusia tidak diciptakan untuk dunia saja sehingga dipusatkan perhatiannya untuk kebahagiaan di alam yang fana ini saja, akan tetapi ditempatkan di bumi untuk dijadikan khalifah untuk memakmurkannya, dan menjadikannya sebagai ladang untuk kehidupan akhirat. Penciptanyalah yang akan menghisab segala amalan perbuatannya selama didunia, dan akan didatangkan akibat dan balasan siksaan bagi mereka yang tenggelam dalam buaian materi dunia,

}أَيَحْسَبُ الإنسان أَن يُتْرَكَ سُدىً، أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِّن مَّنِيٍّ يُمْنَى، ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى، فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنثَى، أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَن يُحْيِيَ الْمَوْتَى{

{Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian (mani itu) menjadi sesuatu yang melekat, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya, lalu Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?} (Al-Qiyamah: 36-40),

Betul, Maha Suci Engkau ya Allah, Engkau Maha Kuasa akan hal itu dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Akan tetapi bukanlah pernyataan kita ini berarti pelarangan secara total bagi seseorang untuk mendapatkan bagian dari kenikmatan dan kebahagiaan di dunia ini dengan tanpa menjadikannya tujuan akhir, akan tetapi maksudnya adalah menjadikannya sebagai modal dan ladang untuk berkhidmat dan melakukan pengorbanan untuk mencapai tujuan hakikinya yakni keridaan Allah Swt, seperti dalam firman-Nya:

}وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ{

{Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan} (Al-Qasas: 77),

Maka bukanlah sesuatu yang hina untuk mendapatkan bagian dari dunia ini, oleh sebab itu dikatakan dalam sebuah riwayat : ((الدنيا مزرعة الآخرة)) ((dunia adalah ladang bagi akhirat))[12], dan di  dalam  hadis  lainnya  dikatakan ((الدنيا متجر أولياء الله)) ((dunia adalah perniagaan bagi wali Allah)), maka dalam hal ini para wali Allah berdagang dengan Allah Swt dengan jual beli yang tak pernah hancur (yakni jual beli dengan jiwa dan hartanya).

          Ciri-ciri lain dari masyarakat jahiliah adalah perpecahan, cerai berai,  perselisihan, Allah Swt berfirman :

}وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ{

{dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka} (Ar-Rum: 31-32). Semua hal itu disebabkan oleh pengabaian mereka terhadap poros yang satu yang memusat dan mengelilingi di sekitarnya, yakni tauhid kepada Allah Swt.

Seperti yang kita lihat bahwa Kabah adalah kode bagi poros persatuan tersebut, akan tetapi sangat disayangkan umat manusia telah jauh dari Allah Swt dan terpecah belah serta terpisah dalam  berbagai macam negara dengan kepentingannya masing-masing, sehingga tercapailah jumlah dari negara-negara yang ada di dunia ini sekitar 180 negara, begitu juga tercerai berai bangsa-bangsanya, dan terpisah-pisah kaum-kaumnya baik itu di dalam satu negara ataupun di antara negara yang berbeda-beda, saling berselisih pemikirannya, seperti pemikiran sosialis, kapitalis, nasionalis, rasis, agamis, begitu pun perselisihan ideologi walaupun hal ini terjadi di dalam satu agama, bahkan di dalam satu mazhab sekalipun, dan seluruh kelompok memisahkan diri menjadi sebuah firkah yang berbeda dengan lainnya:

}كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ{

{Setiap golongan (merasa) bangga dengan apa yang ada pada mereka (masing-masing)} (al-Mu’minun: 53),

Dalam hal ini Al-Qur’an telah memperingatkan bahwa perpecahan tadi adalah akibat dari sikap menjauhnya diri kita dari manhaj Ilahi, seperti dalam firman-Nya:

}قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَن يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِّن فَوْقِكُمْ أَوْ مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعاً وَيُذِيقَ بَعْضَكُم بَأْسَ بَعْضٍ انظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ{

{Katakanlah (Muhammad), “Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.” Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan Kami) agar mereka memahami(nya)} (Al-An’am: 65),

Dan datanglah Islam untuk mempersatukan mereka melalui Al-Qur’an, Allah Swt berfirman:

}وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ{

{Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk} (Ali ‘Imran:103),

}وَإِن يُرِيدُواْ أَن يَخْدَعُوكَ فإن حَسْبَكَ اللّهُ هُوَ الَّذِيَ أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ، وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً مَّا أَلَّفَتْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ{

{Dan jika mereka hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu. Dialah yang memberikan kekuatan kepadamu dengan pertolongan-Nya dan dengan (dukungan) orang-orang mukmin, dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana} (Al-Anfal: 62-63).

          Dari ciri-ciri lain masyarakat jahiliah adalah takut akan kematian, atau apa-apa yang ada dalam Al-Qur’an mengenainya atau yang menunjukkannya, hal itu terjadi karena mereka akan merugi di akhirat, dan mereka menjadikan tujuan di dunia sebagai hal yang sangat diperhatikan untuk mengenyangkan syahwat, hawa nafsu dan keserakahan mereka, seperti yang difirmankan-Nya:

}قُلْ إِن كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الآَخِرَةُ عِندَ اللّهِ خَالِصَةً مِّن دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُاْ الْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ، وَلَن يَتَمَنَّوْهُ أَبَداً بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمينَ، وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُواْ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَن يُعَمَّرَ وَاللّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ{

{ Katakanlah (Muhammad), “Jika negeri akhirat di sisi Allah, khusus untukmu saja bukan untuk orang lain, maka mintalah kematian jika kamu orang yang benar. ”Tetapi mereka tidak akan menginginkan kematian itu sama sekali, karena dosa-dosa yang telah dilakukan tangan-tangan mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang zalim. Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka, ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan} (Al-Baqarah: 94-96),

}قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِن زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاء لِلَّهِ مِن دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ، وَلا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ{

{Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang Yahudi! Jika kamu mengira bahwa kamulah kekasih Allah, bukan orang-orang yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu orang yang benar.” Dan mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim} (Al-Jumuah: 6-7),

}فَإِذَا جَاء الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ{

{Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati} (Al-Ahzab: 19), akan tetapi Al-Qur’an terus mengulang hujahnya yang tidak terbantahkan itu, sehingga tidak ada jalan untuk lari darinya,

}قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فإنه مُلاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ{

{Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”} (Al-Jumu’ah: 8),

}قُل لَّن يَنفَعَكُمُ الْفِرَارُ إِن فَرَرْتُم مِّنَ الْمَوْتِ أَوِ الْقَتْلِ وَإِذًا لا تُمَتَّعُونَ إِلا قَلِيلاً{

{Katakanlah (Muhammad), “Lari tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika demikian (kamu terhindar dari kematian) kamu hanya akan mengecap kesenangan sebentar saja.”} (Al-Ahzab: 16),

}أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ{

{Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh} (An-Nisa: 78),

}قُل لَّوْ كُنتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ{

{Katakanlah (Muhammad), “Meskipun kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.”} (Ali-‘Imran: 154),

Maka ketakutan dari kematian tadi tidak akan ada kalau dengan adanya persiapan menghadapi kematian tersebut dengan memperkuat keimanan, beramal saleh, menyibukkan diri untuk hari akhirat dengan beramal apa yang di ridai oleh Allah Swt dengan mendekatkan diri kepada-Nya.

          Saya merasa sampai di sini, pembahasan ini cukup kiranya sebagai pintu pembuka sebagai bahan untuk berpikir terhadap permasalahan ini , karena yang lebih penting dari itu semua adalah usaha kita untuk menyembuhkan penyakit personal di dalam jiwa kita ataupun yang lebih luas lagi dari sudut pandang penyakit kemasyarakatan, tentunya dengan meneliti berbagai jenis penyakit yang ada, dengan itu kita bisa menentukan obat yang cocok dengannya.

          Dan jelaslah kiranya bagi kita melalui pengulasan berbagai poin penting diatas mengenai karakteristik dan sifat masyarakat jahiliah yang ada pada umat manusia di masa kini, dan kita mengetahui pula bahwa kasih sayang Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya adalah abadi dan kekal tanpa dibedakan satu kaum dengan kaum lainnya, maka budaya jahiliah yang lalu tidaklah lebih buruk daripada jahiliah di masa kini, dan tidak ada pula kekhususan bagi jahiliah yang  lalu, sehingga Allah Swt menurunkan ayat di dalam Al-Qur’an hanya untuk masyarakat jahiliah di masa itu tanpa ditujukan untuk masyarakat jahiliah di masa kini dan yang akan datang. Apa yang membuat masyarakat jahiliah membutuhkan juru selamat, tidak lain adalah keberadaan Al-Hujjah Ibnu Al-Hasan as, dan apa alasan yang memaksa kita untuk memegang teguh pada Al-Qur’an,  adalah karena dialah yang bisa menyelamatkan kita dari budaya jahiliah menuju puncak kemuliaan Islam.

 



[1] Al-Kāfi: 1/53, bab: (Taqlid), hadis ke- 1.

Hal itu adalah istilah-istilah yang digunakan di dalam Alquran, yang penting bahwa kata “ibadah” membutuhkan penjelasan yang lebih mendalam, karena makna tersebut masih belum begitu jelas di tengah-tengah masyarakat, mereka memandang bahwa “ibadah” hanya terbatas pada gerakan seperti salat dan sujud, dan tidak sampai pemahaman mereka pada masalah ketaatan, oleh sebab itulah mereka menganggap bukan hal yang tercela apabila seseorang di dalam agamanya menjalankan salat dan puasa karena Allah Swt akan tetapi di dalam muamalah dan perangai serta perbuatan sehari-harinya tidak  berada dalam aturan yang Allah Swt turunkan bagi mereka, dari sanalah bisa disimpulkan bahwa “ibadah” memiliki makna yang sangat urgen untuk dilepaskan dari syubhat - syubhat dan kebingungan di dalamnya, seperti halnya yang dikatakan Imam Jawad as :

))من أصغى إلى ناطق فقد عبده، فإن كان هذا الناطق عن الله فقد عبد الله، وإن كان الناطق ينطق عن لسان إبليس . . .  ((

((barang siapa yang mendengar natiq (yang berbicara) maka dia telah beribadah kepadanya, maka jikalau natiq  tadi dari Allah Swt maka dia adalah hamba Allah Swt, dan jikalau natiq tadi adalah berbicara dari lisan Iblis...))

[2] Ar-Rasail al- ‘Asyarah: Syeikh Thusi, halaman ke – 317.

[3] Kamil az-Ziarah: halaman ke 201.

[4] Bihar al-Anwār: 76/136.

[5] Wasail as-Syiah: Kitab an-Nikah: Abwāb Muqaddimāt An-Nikāh wa Ādābihi, bab ke -28, hadis ke-1.

[6] Bihār al-Anwār: 22/ 467.

[7] Al-Kāfi: 5/59, bab: Al-Amr bi al-Ma’ruf wa an-Nahi ‘an al-Munkar.

[8] Nahj Al-Balāghah: khutbah ke -27.

[9] Kamāl ad-Dīn wa Tamām an-Ini’mah: 409.

[10] Al-Kāfi:1/337.

[11] Al-Kafi: 1/196.

[12] ‘Awāli Alliāli: 1/267.