Yang Mengurusi dan Mengatur Umat

| |times read : 357
  • Post on Facebook
  • Share on WhatsApp
  • Share on Telegram
  • Twitter
  • Tumblr
  • Share on Pinterest
  • Share on Instagram
  • pdf
  • Print version
  • save

Yang Mengurusi dan Mengatur Umat

          Kata qayyim dari kata qaimūmah (sesuatu aturan), Kitab ini adalah yang mengatur dan mengurusi sang hamba untuk membimbing, membawa dan menunjukkan mereka pada jalan yang maslahat untuk mereka, serta menghidupkan bagi mereka sebab-sebab yang dapat menghidupkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, seperti halnya yang dilakukan seorang pengurus dan penanggung jawab pada suatu keluarga atau masyarakat. Program Al-Qur’an adalah mengurusi dan membimbing terhadap segala pola dan metode lainnya baik itu pada bidang akidah ataupun syariat, Al-Qur’an itu terdepan dari kedua hal itu dan membimbingnya juga, yakni seluruh metode dan pola mengikuti, tunduk pada Al-Qur’an serta berada pada posisi yang siap diatur oleh Al-Qur’an, oleh sebab itu aturan tertinggi tinggi dalam kehidupan kita adalah Al-Qur’an, jikalau manusia ingin mendapatkan kebahagiaan yang terbaik maka jadikanlah dia sebagai aturannya, tidak seperti apa yang dilakukan sebagian orang yang jauh dari pola dan program Al-Qur’an, serta mendahulukan akal manusia yang pada dasarnya memiliki kekurangan karena kebanyakan dikuasai oleh cara pandang atas dasar hawa nafsu dan kepentingan, dari sanalah ayat Al-Qur’an telah menunjukkan mengenai dasar aturan ini yang mana Al-Qur’an menyifati dirinya sendiri dengan ketiadaan penyelewengan di dalamnya, tidak ada pula  kekurangan dan kelemahan, kesalahan, seperti yang Allah Swt firmankan :

}اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلٰى عَبْدِهِ الْكِتٰبَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَّهٗ عِوَجًا{

{Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok} (Al-Kahf:1).

Maka dari itu, syarat-syarat pengurus, penanggung jawab atas manusia dan pengaturnya dan pihak yang ingin menyempurnakan manusia harus memiliki kesempurnaan pada dirinya sendiri, karena sesuatu yang belum sempurna tidak bisa menyempurnakan pihak lainnya. Sesuatu yang sangat penting dan syarat yang asas bagi seorang pengurus dan pengatur manusia adalah memiliki segala syarat-syaratnya seperti tidak memiliki kekurangan, kelemahan, kesalahan sedikit pun, dari sinilah maka tidak ada satu pun kitab yang ada yang memenuhi syarat tersebut kecuali Al-Qur’an ini. Dilain hal, yang selalu menyertainya sebagai penjelas Al-Qur’an adalah tsiql ashgar (pusaka lainnya yang lebih kecil) yakni Ahlulbait Nabi as, maka dari itu seluruhnya selain dari keduanya tidak memiliki hak untuk menjadi pengurus dan pengatur masyarakat dan pemimpinnya. Dan dari sanalah kita banyak menemukan hadis mengenai kewajiban mendahulukan kitab Al-Qur’an dan Itrah Nabi as di atas hal-hal lainnya di dalam kehidupan kita sehari-hari,

}وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى{

{Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”} (Taha: 124).

          Kesengsaraan dalam hidup akan menimpa siapa saja yang meninggalkan dari mengingat Allah Swt, karena hal itu sama halnya dengan memutuskan hubungan dirinya dengan Tuhannya, dan dia hidup jauh dari Al-Qur’an, akibatnya dia hidup dalam kesempitan dan kehancuran serta kepedihan, dikarenakan dia melepaskan dirinya dari rahmat Allah Swt yang sangat luas, serta membiarkan dirinya menjadi mangsa hawa nafsu, keserakahan, syahwat yang mana tidak pernah berhenti pada satu batasan saja. Dilain hal dia akan hidup dalam kondisi yang takut akan kematian, karena harapan dan cita-citanya adalah dunia dan seisinya, apalagi di akhirat kelak akan menimpa padanya hal yang tidak diinginkannya. Jiwanya dikuasai dengan rasa tamak  yang tak habis-habisnya menyebabkan rasa takut pada kehilangan kenikmatan dunia, begitu pun hidupnya penuh dengan kelelahan karena dia haus terus menjulurkan lidahnya mengharapkan fatamorgana yang tak kunjung datang. Ketika tercapai sesuatu yang disangkanya pada hal itu ada kebahagiaan, sampai terungkap padanya bahwa hal tersebut adalah khayalan belaka maka dia pun berusaha untuk mencari hal yang lainnya, begitulah seterusnya (kehidupan dunia yang penuh dengan fatamorgana), misalnya seseorang mengira bahwa kebahagiaannya adalah terpaku pada harta kekayaan, sehingga dia mengumpulkan harta milyaran jumlahnya akan tetapi tidak pula tercapai kebahagiaan, dia menyangka bahwa kebahagiaan itu ada pada  rumah dan bangunan mewah kemudian dia membangun dari padanya apa yang sebenarnya tidak bisa memuaskan penglihatannya sehingga dia tidak mencapai kebahagiaannya juga, dia menyangka bahwa kebahagiaan ada pada wanita, maka dia mengejarnya untuk menikmatinya sesuai keinginannya, kemudian di penghujung jiwanya menemukan jalan buntu pada kebahagiaan dari sang wanita, maka sesuailah apa yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an:

} فَلَمَّآ رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي{

{Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku.”} (Al-An’Am: 77), Bulan di sini sebagai simbol dari harta , maka dia menyangka bahwa harta tersebut adalah Tuhannya yang akan memenuhi kebahagiaannya, ketika bulan itu pun terbenam, maka dia telah gagal dalam mendapatkan kebahagiaannya,

} قَالَ لَآ اُحِبُّ الْاٰفِلِيْنَ {

{“Aku tidak suka kepada yang terbenam.”} (Al-An’am 76), kemudian

}فَلَمَّا رَاَ الشَّمْسَ بَازِغَةً{

 (Kemudian ketika dia melihat matahari terbit} (Al-An’am: 78), matahari terbit adalah simbol yang menunjukkan kebahagiaan dunia menurut prasangkanya selain dari pada bulan,

}قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَآ أَكْبَرُ{

(“Inilah Tuhanku, ini lebih besar.”) (Al-An’Am: 78), dan itulah menurutnya, yang berprasangka bahwa Matahari adalah suatu sumber kebahagiaan yang bisa menenteramkan hati menurut prasangkanya { هَذَآ أَكْبَرُ}{ini lebih besar}.

          Dan yang lebih penting dari hal itu ketika kalimat { فَلَمَّا أَفَلَ} {Tetapi ketika hal itu terbenam} maka gagallah tuhan baru itu dalam mewujudkan kebahagiaan { قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ} {“Aku tidak suka kepada yang terbenam.”} , merekalah tuhan - tuhan buatan yang penuh dengan kekurangan yang mana mereka sendiri tidak memiliki keutamaan dan tidak memberikan kepada pihak lainnya manfaat dan kemudaratan, oleh sebab itu jikalau mereka mukhlis dengan pencarian terhadap hakikat kebenaran maka dia akan diberikan oleh Allah Swt hidayah, seperti yang dikatakan orang- orang mukmin:

} قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ، إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ{

{ia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik} (Al-An’Am: 78-79).

Dan jikalau manusia tidak benar-benar mencari kebenaran yang hakiki maka akan dicatat baginya kesengsaraan dan kemalangan, sepeti halnya di dalam ayat:

}وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍۢ بِقِيْعَةٍ يَّحْسَبُهُ الظَّمْاٰنُ مَاۤءًۗ حَتّٰٓى اِذَا جَاۤءَهٗ لَمْ يَجِدْهُ شَيْـًٔا وَّوَجَدَ اللّٰهَ عِنْدَهٗ فَوَفّٰىهُ حِسَابَهٗ ۗ وَاللّٰهُ سَرِيْعُ الْحِسَابِ {

{Dan orang-orang yang kafir, amal perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi apabila (air) itu didatangi tidak ada apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah baginya. Lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan (amal-amal) dengan sempurna dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.} (An-Nur: 39).

          Demikianlah mereka yang terjebak di dalam kesengsaraan, kemalangan, kesulitan, kesempitan di antara palu sakratulmaut yang pasti akan dialaminya dengan kehidupan  dengan alas palu berupa keserakahan hidup didunia { وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ} { Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia)} (Al-Baqarah: 96).

Anda pun dapat melihat bahwa kebanyakan aksi bunuh diri terjadi di negara-negara yang memiliki ekonomi yang melimpah, dan mereka hidup dalam kekenyangan pada kesenangan, dan sumber dari itu semua adalah kehidupan yang berlebih-lebihan yang mana mereka hidup dalam kekosongan jiwa.

}قَدْ جَاءكُم مِّنَ اللّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُّبِينٌ، يَهْدِي بِهِ اللّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلاَمِ وَيُخْرِجُهُم مِّنِ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ{

{Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula) yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan -Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus} (Almaidah: 15- 16).

Al-Qur’an adalah cahaya, karena dia terbit di dalam hati orang-orang mukmin yang membersihkan kotoran-kotoran maksiat, dan perputaran dosa, sifat-sifat hatinya yang bersih mengkilap yang siap untuk menerima personifikasi kebenaran di dalamnya, karena Al-Qur’an sendiri adalah cahaya bagi umat dan membimbing mereka pada ke beraturan serta menjaga umat untuk mencapai kebahagiaan.

          Dari ungkapan Al-Qur’an yang sangat bagus sekali, yang mana Al-Qur’an menyebutkan lafaz nur (cahaya) dengan mufrad (singular) dan menyebutkan lafaz dzulumāt (kegelapan) dengan jama’ (Plural), hal tersebut menunjukkan bahwa jalan kebenaran adalah satu tidak banyak, walaupun cara dan mishdāq (praktik) nya bermacam-macam. Allah Swt berfirman : { اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ} {Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus} (Al-Fatihah: 6), sedangkan kegelapan itu tidak satu, begitu juga tuhan-tuhan buatan yang dijadikan tandingan bagi Allah Swt itu banyak jumlahnya.

          Dari efek dan faedah Al-Qur’an dan keberkahannya adalah bahwa dia memberikan petunjuk dan hidayah kepada orang yang menginginkan keridaan Allah Swt berupa jalan keselamatan. Sedangkan awal dari keselamatan tadi adalah kenikmatan dalam keselamatan yakni keselamatan jiwa dan keyakinan hati serta kebersihan pikiran { أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ} {Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram} (Ar-Ra’d: 28), kemudian keselamatan dan kedamaian di dalam keluarga dan sanak saudara yang mana menjalankannya berdasarkan asas Islam dan pengajaran Al-Qur’an

} وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ{

{Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir} (Ar-Rūm: 21).

Dan yang selanjutnya adalah keselamatan dan kedamaian di antara personal dan anggota masyarakat, ketika mereka berperangai dengan adab Islam { فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً} { sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara} (Ali ‘Imran: 103), { مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ} {Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka} (Al-Fath: 29), { وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ} {dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan}. (Al-Hasyr: 9).