Tanggung jawab kita untuk universalitas Islam dan kebangkitan Husaini

| |times read : 331
Tanggung jawab kita untuk universalitas Islam dan kebangkitan Husaini
  • Post on Facebook
  • Share on WhatsApp
  • Share on Telegram
  • Twitter
  • Tumblr
  • Share on Pinterest
  • Share on Instagram
  • pdf
  • Print version
  • save

Bismihi ta’ala

Tanggung jawab kita untuk universalitas Islam dan kebangkitan Husaini[1]

Pengorbanan imam Husain as tidak hanya terbatas untuk kalangan Syiah atau umat Islam saja, tetapi merupakan sebuah hal yang membawa kepada kemanusiaan secara meneyeluruh. Ini bukan hanya klaim semata, banyak kalangan pemimpin, ulama, pemikir dan sastrawan dari umat dan  bahasa yang berbeda-beda bersaksi atas hal ini, yang mana perkataan dan syair-syair mereka sudah terkenal.

Fakta ini memberikan tanggung jawab kepada kita sebagai pecinta imam Husain as yang hanya mengetahui sedikit dari wangi alHusein as untuk menyampaikan pesan suci yang dibawa alHusein kepada seluruh umat pada generasi yang berbeda-beda dan dengan banyak bahasa. Jika kita tidak melakukannya, maka kita akan menerima keluhan dan protes dari umat manusia baik yang berada di hutan Afrika atau hutan Amazon, negara-negara Barat atau Timur di hadapan Allah swt pada hari kiamat. Mereka akan berkata, “Wahai Tuhan Kemuliaan dan keagungan ambilah hak kami dari orang-orang yang merampas berkah-berkah Imam Husain as dari kami dan tidak menyampaikan pesannya kepada kami.

Bukankah salah satu sifat al-Husain as adalah lentera hidayah dan perahu keselamatan, maka cahayanya harus sampai kepada seluruh manusia yang menginginkan hidayah, kesempurnaan dan ketinggian derajat serta seluruh manusia yang ingin selamat dari ketenggelaman dalam dosa, fitnah, kesesatan ,penyimpangan dan kerusakan bisa naik ke atas perahunya. Maka tidak boleh ada seorangpun yang terhalangi dari nikmat yang besar ini.

Umat-umat tersebut mungkin mengatakan bahwa kami melihat kalian menangis, berduka, mendirikan majlis-majlis duka dan syair-syair kedukaan, tetapi kami tidak memahami rahasia dari duka, derita, tangisan, momentum emosional, dan teriakan jutaan orang di seluruh dunia, tidak peduli seberapa besar tragedi ini dan seberapa hebat korban tragedi ini. Kalian tidak menjelaskan kepada kami falsafahnya dengan bahasa yang sesuai dengan budaya dan lingkungan kami. Riwayat-riwayat tentang keutamaan dan pahala menangis atau pura-pura menangisi al-Husein as memang tidak berguna untuk mereka, karena mereka tidak mempercayai Islam. Tetapi jika kita menjelaskan kepada mereka dengan bahasa yang dapat mereka pahami dan sesuai dengan mereka, kita jelaskan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial, individu, moral dan politik atau bahkan pengaruhnya terhadap kesehatan, mereka pasti menyepakati nilai dan berkah yang terkandung dalam tangisan itu. Pengaruh-pengaruh dan reaksi itulah yang diketahui oleh para pemimpin zalim sehingga mereka melarang syiar-syiar Husaini dan melawannya dengan besi dan api. Seperti halnya yang terjadi pada masa sebelumnya, dimana mereka mekarang sayidah Fatimah az-Zahra sa menagisi ayahnya, sehingga Amirul Mukminin terpaksa membangun rumah tangisan untuknya sehingga ia bisa menangisi ayahnya.

Ketika seseorang duduk di atas mimbar di Eropa dan menjelaskan sebab keluarnya al-Husein as berperang melawan Yazid adalah karena Yazid peminum khamr, bermain alat-alat musik, melakukan tindakan buruk, bermain dengan kera dan lain sebagainya, umat manusia disana tidak melihat hal-hal tersebut adalah sebuah masalah, mereka menganggap itu adalah kebebasan seorang manusia. Walaupun mereka menerima bahwa tindakan-tindakan tersebut adalah salah, Mereka tidak menganggap layak untuk pergi memerangi pemerintahan yang berkuasa dan untuk mengorbankan diri bahkan bayi yang masih disusui, serta menjadikan makhluk Allah swt yang paling mulia sebagai tahanan dari makhluk Allah swt yang paling hina.

Tetapi jika kita meletakkan kata-kata Imam Hussein (saw) dalam sebuah bahasa baru yang sesuai dengan budaya generasi modern, misalnya kita mengatakan bahwa Yazid mencuri uang  masyarakat dan merampas hak-hak mereka (menjadikan al-fayi’[2] sebagai milik pribadi) dan bahwa ia melanggar undang-undang yang dipercaya dan diterima masyarakat (melarang sunnah dan membuat bid’ah serta mengharamkan yang dihalalkan Allah swt dan menghalalkan yang diharamkan Allah swt). Ia melanggar al-Quran dan sunnah yang merupakan undang-undang kaum muslim.

Dia melanggar hak asasi manusia (memenjarakan seseorang atas dasar kecurigaannya semata dan dibunuh hanya karena tuduhan) bahwa ia adalah seorang penguasa penindas yang tidak adil yang duduk di kursi kekuasaan secara paksa tanpa kehendak rakyat, tentu saja sangat pantas untuk melakukan revolusi dan melawan pemerintahan yang semacam ini.

Jadi universalitas kebangkitan Husaini bukanlah sebuah kata untuk menyombongkan diri di hadapan orang lain dan menganggap bahwa kita telah memberikan sesuatu kepada Imam Husain as dan hanya memuji beliau as dengan pujian yang layak untuknya, tetapi merupakan tanggung jawab yang luas bagi kita yang setia kepada Imam as untuk menyampaikan kepada semua bangsa dalam budaya mereka dan dalam bahasa yang mereka pahami. Dan untuk mengakomodasi lingkungan di mana mereka tinggal dalam setiap generasinya. Maka dalam pengorbanan Imam Husain as semua orang akan menemukan apa yang dapat memuaskan keinginan mereka, karenanya dikatakan bahwa al-Husain as adalah paling luasnya perahu penyelamat.

Tanggung jawab ini menuntut kita untuk memperkaya alat-alat dan menggunakan semua energi kita dalam melaksanannya.

Kita akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap kegagalan dalam menjalankan misi ini. Lebih parah lagi jika kita melakukan hal-hal yang dapat merusak syiar-syiar ini, baik dengan perbuatan atau tindakan. Dan menjadi penghalang dan mencegah keimanan masyarakat di jalan imam Husain as, atau merusak citra Islam dan mazhab Syiah seperti yang dilakukan beberapa pihak otoriter atas nama agama dan mazhab yang menyebabkan keengganan pada agama. Maka pertanggungjawaban akan lebih besar dan berlipat ganda dan bangsa-bangsa akan meminta pertanggungjawaban karena mencegah mereka dari berkah-berkah kenikmatan yang agung ini.

Bukankah setiap tahunnya banyak dari anak-anak kita yang lulus dari perguruan tinggi jurusan bahasa, yang pandai berbicara dalam bahasa-bahasa Internasional sedangkan mereka tidak menemukan pekerjaan ataupun mereka bekerja pada tempat yang jauh dari kemampuan mereka. Mengapa kita tidak mengumpulkan mereka menjadi sebuah pasukan cyber yang bertugas untuk menyampaikan pesan dan misi Islam yang murni kepada seluruh bangsa dengan bahasa dunia yang bermacam-macam.

Jadi, yang kita butuhkan bukan hanya memodernisasi wacana Islam dan Husaini saja, tapi juga perlu untuk memperkaya keanekaragamannya dan memperbanyak bahasa, alat-alat dan media-medianya sehingga menjangkau seluruh penduduk di bumi dengan generasinya yang berbeda-beda.

Sebelum itu, kita harus mempersiapkan tindakan, pikiran dan akhlaq kita untuk mengembanl tanggung jawab yang besar ini.

Abu Shalt al-Harawi meriwayatkan, “Aku mendengar Aba al-Hasan Ali ibn Musa a-Ridho as berkata, Semoga Allah swt merahmati seorang hamba yang menghidupkan perkara kami. Aku berkata padanya, Bagaimana cara menghidupkan perkara kalian?. Beliau as berkata, Belajar ilmu-ilmu kami dan mengajarkannya kepada manusia lainnya, sesungguhnya jika seseorang mengetahui keindahan perkataan kami, ia akan mengikuti kami.”[3]

Dalam hadis tersebut ada beberapa poin:

1. Menghidupkan perkara-perkara mereka as menyebabkan limpahan rahmat ilahi yang kita semua dambakan, tetapi tidak cukup hanya dengan mendirikan acara-acara ritual, karena hal tersebut hanyalah sarana untuk menyampaikan isi yang sebenarnya dari pesan dan misi mereka as (dan mengajarknnya kepada orang lain).

2. Hal tersebut harus didahului dengan bekal keilmuan mereka as, akhlak, pengetahuan tentang sejarah kehidupan  dan perkataan-perkataan mereka as yang penuh berkah.

3. Hasil menghidupkan perkara mereka as (yaitu manusia mengikuti ahlulbayt as) pasti akan terealisasi, jika perkataan mereka as sampai kehadapan manusia sebagaimana yang mereka as sampaikan, yang mengandung unsur kebaikan, keindahan dan kemanusiaan. Tugas kita hanyalah menyampaikan kebaikan perkataan-perkataan mereka as kepada manusia tanpa menambah atau menguranginya dengan perkataan kita sendiri yang kita anggap  memperindah perkataan mereka as jika melakukan hal itu.

4. bahwa pesan mereka as bersifat universal tidak terbatas pada umat Islam atau mazhab Syiah saja, sebagaimana dakwah kakeknya al-Musthafa saww  وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.) (QS. 21:107). لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا (agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.) (QS. 25:01). Inilah yang kita akui ketika berziarah kepada imam Husain as dan ketika menjelaskan tujuan dari kebangkitanyang mulia (dan menumpahkan darahnya dijalan-Mu untuk menyelamatkan hamba-hambamu dari kebodohan dan kesesatan).[4]





 

 

 

 



[1] Dinukil dari pembicaraan Ayatullah Ya’qubi (semoga Allah swt melindunginya) bersama para guru dan murid madrasah al-Abrar lil ‘Ulum ad-Diniyah di kota Najaf al-Asyraf, Selasa 23 Dzulhijjah 1439 H

[2] Al-fayi’ adalah harta rampasan dari seorang kafir yang didapatkan tidak dalam keadaan berperang

[3] ‘Uyun Akhbar ar-Ridho jil.1 hal.275 bab. 28 hadis ke-69, Ma’ani al-Akhbar hal. 180

 

[4] Mafatih al-Jinan hal. 773 ziarah Arbain