Bismillahirrahmanirrahim

| |times read : 426
Bismillahirrahmanirrahim
  • Post on Facebook
  • Share on WhatsApp
  • Share on Telegram
  • Twitter
  • Tumblr
  • Share on Pinterest
  • Share on Instagram
  • pdf
  • Print version
  • save

 

Bismillahirrahmanirrahim

انَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

Sesungguhnya agama (yang diridhoi) disisi Allah hanyalah islam (Ali Imran:19)

            Agama menurut istilah adalah sekumpulan doktrin, prinsip, dan pemikiran yang mengikat manusia yang seluruh tindak tanduknya(manusia) berasal dari sini(agama). Semua orang di dunia ini harus memiliki agama, meski kelompok manusia yang paling terbelakang maupun yang paling  bengis sekalipun. Agama ini kadang kala berasal dari Tuhan, juga bisa berasal dari manusia yang mereka ciptakan sendiri. Meskipun orang-orang yang menyebut diri mereka Ateis, mereka juga mempunyai keyakinan semisal kebebasan mutlak, perkawinan sejenis, serta penghancuran nilai-nilai agama yang tinggi.

Ayat suci diatas  menjelaskan tabiat manusia, dan menjadikan realita ini sebagai pertimbangan. Sehingga ayat diatas tidak berbicara tentang keharusan bagi seorang manusia untuk memeluk agama tertentu. Hanya saja, ayat tersebut secara langsung beralih kepada pertanyaan kedua yaitu tentang mengenal agama yang harus diyakini oleh manusia dan menggiringnya untuk sampai ke agama tersebut serta mengatur kehidupannya sesuai tuntunannya. Karena Allah dengan anugerah, karunia, dan belas kasih-Nya tidak akan membiarkan  manusia dalam kesesatan atau Dia membiarkan manusia menghabiskan umurnya untuk berusaha mencari kebenaran, kemudian dia tersesat . Hanya saja, dia telah menetapkan bagi manusia kebenaran yang akan menuntunnya kepada kebahagiaan dan kesuksesan. إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ . bahasa hasr (pembatasan) pada ayat ini maksudnya adalah menafikan keselamatan atau kebenaran dari agama lain, meskipun manusia berusaha keras membuat pondasi dan hukum-hukumnya.

Adapun Islam artinya secara umum  ialah ketundukan  dan penyerahan kepada Allah. Akan tetapi arti ini sudah dikhususkan hanya untuk agama Islam yang dibawa oleh Nabi saw. Dan agama serta kenabian telah diakhiri dengan agama ini, yang merupakan agama yang paling sempurna dan yang paling detail dalam merealisasikan makna dari Islam yang melingkup seluruh aspek kehidupan, kehidupan individu, maupun sosial yang tidak dilingkup oleh agama lain selain agama Islam.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu(Al Maidah:3)

Agama ini(Islam) juga mencakup keimanan pada kebenaran para nabi  dan apa yang mereka bawa(Risalah) :

لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya(Al Baqarah:136), (Ali Imran:84)

Akan tetapi, beribadah maupun beragama harus sesuai dengan syariat terakhir ini.

Hakikat ini diterima oleh akal maupun fitrah tanpa membutuhkan dalil. Dan hanya orang yang menyombongkan diri yang tidak menerimanya :

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا

Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya (An Naml:14)

Karena Allah yang telah menciptakan manusia, Dia Maha Tahu perasaan, rahasia hati, dan segala apa yang merupakan kemaslahatannya. Sehingga merupakan hal yang sudah biasa jika Dia menujukan firman-Nya  kepada manusia untuk mengenalkan kepadanya perkara yang mengatur kehidupannya dan Dia menjamin untuknya kebahagian dan kesuksesannya.

Ayat yang lain disurat yang sama menambahkan sebab lain yang mengajak manusia untuk memeluk Islam dan bukan agama lain ataupun sistem lainnya. Allah berfirman :

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah , padalah kepada-Nya-lah  menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi , baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan(Ali Imran:83)

Sehingga seluruh alam semesta  tunduk dibawah kehendak Allah. Dan berjalan sesuai aturan yang sangat detail yang telah Allah buat. Adapun manusia hanyalah bagian kecil dari alam semesta yang sangat besar ini serta dia juga tunduk kepada aturannya. Karena manusia dilahirkan dengan bentuk dan susunannyaa itu  tanpa kehendaknya, lalu dia menjadi besar, menjadi tua, kemudian meninggal dunia. Serta seluruh anggota tubuhnya bekerja sendiri tanda kehendaknnya pula. Maka ketundukan yang besifat takwini harus dibarengi dengan ketundukan yang bersifat tasyri’i agar tindak tanduknya selaras  dengan  aturan yang ada di alam semesta :

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ

Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas meneyerahkan dirinya kepada Allah , sedang diapun mengerjakan kebaikan(An Nisa:125)

Sehingga jika tindak tanduknya tidak selaras , maka dia akan  dihadapkan kepada kesulitan dan bencana.

Tidak lama ini, pengetahuan modern telah menaruh perhatian pada hakikat ini, dan mengakui bahwa jika manusia keluar dari aturan alam tabiat maka hal itu akan menyebabkan kehancuran dan kebinasaan bagi dirinya, begitupula pada tingkatan masyarakat maupun negara.

Bentuk pertanyaan  أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ  didalam petikan ayat ini terdapat makna pengingkaran dan celaan jika dia keluar dari aturan alam tabiat yang teratur ini. Kemudian jawaban dari bentuk pertanyaan ini, disebutkan setelah dua ayat berikutnya yang memberikan hukuman berupa  azab yang pedih bagi yang keluar dari aturan alam ini :

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barang siapa yang mencari agama selain agama islam , maka sekali-kali tidak akan diterima(agama itu)dari padanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang rugi(Ali Imran:85)

Sehingga siapa yang mencari agama selain agama Islam, maka dia akan merugi. Karena dia telah menyia-nyiakan kekayaan yang besar ini yang telah Allah berikan kepadanya, dan dia menggatinya dengan khayalan dan kesesataan, serta dia juga menghabiskan umurnya yang sangat berharga dalam kesenangan yang fana dan lebih dari pada itu dia mengikuti hawa nafsu dan keegoisannya. Berkaitan dengan hal ini amirul mu’minin as bersabda : “Barang siapa yang mencari agama selain agama Islam maka kebinasaannya sudah dapat dipastikan, tali pegangannya telah putus, dan ketergelincirannya sudah sangat jauh. Tempat kembalinya adalah kesedihan yang panjang dan azab yang pedih. Dan aku bertawakkal kepada Allah seperti tawakkalnya orang yang bertaubat kepada-Nya , dan aku meminta kepada-Nya agar Dia  memberikan petunjuk kejalan yang membawa  kepada surga-Nya yang menuju kepada kedudukan kecintaan kepada-Nya”. Beliau juga bersabda :” wahai sekalian manusia ! berpeganglah benar-benar kepada agama kalian. Karena sekali-kali tidak akan ada seorangpun yang akan mengantarkan, ataupun memalingkan kalian darinya. Sebab keburukan dengan agama lebih baik dari kebaikan tanpa agama, karena keburukan dengan agama akan di ampuni sedangkan kebaikan tanpa agama tidak akan diterima”.

Maka hendaknya kita memperhatikan hakikat ini selama kita masih berada di dunia, sedang kesempatan untuk beramal masih terbuka didepan kita. Dan hendaknya pula kita berpegang kepada agama dan menjadikannya sebagai perkara yang paling urgen. Jika tidak demekian, maka hakikat ini akan tersingkap bagi orang-orang yang lalai pada hari kiamat kelak dimana penyesalan sudah tidak bermanfaat lagi :

وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan dia di akherat termasuk orang-orang yang rugi(Ali Imran:85)

Sehingga pada saat itu orang  orang-orang sekuler, ateis akan mengetahui siapa yang menjadi pemenang.

Kemudian kita juga harus memperhatikan bahwa agama Islam bukan hanya kesaksian secara lisan dengan dua kalimat syahadat dan tidak cukup hanya dengan melaksanakan ibadah wajib  yang bersifat individual saja. Karena  ketundukan serta ketaatan  tidak akan terealisasi dengan hanya itu saja. Akan tetapi keduanya bisa terealisasi dengan menerapkan seluruh syariat, dan berkomitmen terhadap agama dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah Islam yang sesungguhnya, bukan islam yang hanya kulitnya, riwayat yang telah terdistorsi , ataupun figur-figur yang mengasingkan diri di sudut masjid maupun di dalam gua. Karena tanda yang paling penting dalam kesungguhan dalam beragama yaitu beramal dengannya, menyebarkannya, dan mengajak manusia untuk ikut memeluknya. Imam Al Bagir as bersabda :“Tidaklah beragama orang yang tidak bergama Allah dengan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran”.

Amirul mu’minin as juga mencela orang yang lalai yang menjadikan agama mereka sesuai dengan tuntutan dunia mereka . beliau bersabda :”Agama salah satu diantara kalian telah menjadi  sesuap makanan yang ada di dalam mulunya, perbuatan orang yang telah selesai dari amalnya dan  dengan begitu dia  telah mendapat keridhaan dari tuannya”. Maksudnya ialah sedikitnya perhatian kalian terhadap agama kalian menunjukkan seakan-akan  kalian telah menyiapkan apa yang kalian miliki kepada sang Pencipta, dan dengan begitu kalian telah memperoleh keridhaan Allah dan sudah tidak butuh lagi kepada amal. Tentunya masalahnya bukan seperti itu. Beliau as juga bersabda :” jika kalian jadikan agama mengikuti dunia kalian, maka kalian telah menghancurkan agama dan dunia kalian, dan kalian termasuk orang-orang yang merugi. Adapun jika kalian jadikan dunia mengikuti agama kalian, maka kalian akan mendapat agama dan dunia dan kalian termasuk orang-orang yang sukses”

Al quran telah memberikan nilai yang agung kepada agama, dan mendahulukannya atas segala hal.

Dia berfiman :

وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ

Fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan(Al Baqarah:191),(Al Baqarah:217)

Kematian dan pengorbanan itu kecil dijalan agama dan tidak memfitnah di dalamnya. Diriwayatkan dari imam Ja’far as shodiq as dalam menafsirkan ayat :

فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا

Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka(Al Ghafir:45)

Beliau bersabda : maksudnya adalah seorang mu’min dari keluarga Fir’aun. Demi Allah mereka telah mencincang-cincangnya. Akan tetapi Allah menjaganya dari fitnahan mereka terhadap agamanya”.

Masih berkaitan dengan hal ini terdapat banyak riwayat dari para imam as. Diantaranya, Amirul mu’minin as bersabda :” jika turun bencana, maka jadikanlah yang terkena bencana itu diri kalian. Karena orang yang binasa adalah orang yang agamanya binasa, dan orang yang dirampas harta bendanya adalah orang yang agamanya telah dirampas”.

Orang yang telah diberi taufik oleh Allah kepada keridhaan-Nya pasti mengetahui perkara ini, sehingga mereka berpegang kepada agama, dan tetap kokoh dalam berpijak di atasnya meskipun mereka menghadapi berbagai tipu daya, dan siksaan yang keras yang diancamkan kepada mereka. Al quran menceritakan banyak kisah tentang mereka untuk dijadikan sebagai teladan. Seperti cerita ashabul ukhdud yaitu orang yang dibuatkan sebuah parit, didalamnya dinyalakan api, kemudian merekapun dimasukkan kedalamnya. Dan mereka tidak menuruti apa yang diinginkan oleh orang-orang yang zalim agar mereka meninggalkan agama yang mereka anut:

وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha terpuji(Al Buruj:8)

Seperti para penyihir Fir’aun yang diancam dengan pemotongan tangan dan kaki mereka, kemudian diancam dengan kematian. Maka merekapun menjawabnya sebagaimana yang termaktub didalam Al quran :

فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا*إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا

Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja(). Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kami(Thaahaa:72,73)

Seperti  istri Fir’aun yang tidak menyerah terhadap azab yang dilakukan Fir’aun yang biadab. Pada saaat itu pandangannya tertuju kepada Allah, dan dia berkata sebagaimana yang terekam didalam Al quran :

رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ

Ya Tuhanku ! bangunkanlah untukku sebuah rumah disisi-Mu didalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya(At Tahrim:11)

Juga seperti ashabul kahfi yang tidak terpedaya dengan kedudukan mereka sebagai wazir di kerajaan Roma dan mereka tidak merasa takut dengan kekejaman kekaisaran Roma :

إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا

Diwaktu mereka berdiri, mereka berkata :”Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran(Al Kahfi:14)

Dilain pihak, orang-orang yang merugi yang terpedaya oleh syaitan dan dunia juga sangat banyak. Seperti contoh hakim tertinggi pada masa Bani Abbasiah-kedudukan ini adalah kedudukan kepemimpinan agama yang tertinggi di kerajaan-yang berusaha meminta kepada Al Mu’tasim untuk  membunuh imam Al Jawad as karena kedengkian yang disebabkan karena sang Khalifah mengambil hukum yang dikatakan oleh imam berkenaan dengan hukum memotong tangan perncuri, dimana dia tahu bahwa akibat dari perbuatannya adalah neraka.

Seperti juga Humaid ibn Qahtaba sorang gubernur dimana Bani Abbas seperti riwayat yang akan disebutkan setelah ini yang menyingkap kebiadaban Bani Abbasiah, kedengkian mereka terhadap Ahlulbayt  kenabian, dan tiada hentinya melakukan kezaliman untuk menghapus agama, serta mereka tidak puas jika hanya melakukan kezaliman yang ringan.

Di dalam kitab “UYUN AKHBAR AR RIDHA” karangan syekh Shaduq dengan sanad dari Ubaidillah Al Bazza’z An Nisaburi-pada saat itu dia sudah tua-dia berkata :”Dulu aku dan Humaid ibn Qahtaba At Tha’i At Tusi memiliki hubungan. Oleh kerena itu, kadangkala aku pergi menemuinya, maka ketika kabar kedatanganku sampai kepadanya, diapun memintaku untuk menemuinya pada saat itu juga dengan  menggunakan baju yang aku pakai saat safar yang belum ku ganti. Kejadian itu terjadi di bulan Ramadhan di waktu zuhur. Ketika aku menemuinya, aku melihatnya berada di dalam rumah yang di dalamnya terdapat air yang mengalir. Kemudian akupun mengucapkan salam kepadanya, setelah itu akupun duduk. Tidak berapa lama dia datang membawakan sebuah wadah untuk memcuci tangan dan sebuah kendi berisi air, setelah itu diapun membasuh tangannya. Kemudian dia memerintahkanku untuk mencuci tangan, maka akupun mencuci tanganku. Kemudian dihidangkanlah makanan, akupun lupa bahwa aku sedang berpuasa dan sedang berada di bulan Ramadhan. Tidak berapa lama akupun teringat bahwa aku sedang berpuasa, maka akupun berhenti untuk makan. Kemudian Humaid berkata kepadaku : ‘Kenapa kamu tidak makan ?”, aku jawab : ‘ wahai tuan ! sekarang ini adalah bulan Ramadhan. Aku juga tidak sedang sakit yang menyebabkanku boleh untuk berbuka. Mungkin tuan lagi sedang ada uzur yang membolehkan tuan untuk berbuka!?’. Dia menjawab :’ Aku tidak sedang sakit yang membolehkanku untuk tidak berpuasa, dan sungguh badanku sangat sehat’. Kemudian air matanya pun bersecucuran, lalu dia mengis. Setelah dia selesai makan, aku bertanya: ‘Tuan! Apa yang membuatmu menangis ?’. Dia menjawab :’ Pada suatu malam aku pergi ketempatnya Harun Ar Rasyid untuk memenuhi panggilannya ketika dia berada di Tus. Ketika aku menemuinya, aku melihat ada sebatang lilin yang menyala dan juga sebuah bedang berwarna hijau yang terhunus, sedang disampingnya ada seorang penjaga sedang berdiri. Maka metika aku berdiri dihadapannya diapun mengangkat kepala, lalu bertanya: ‘ Bagaimana ketaatanmu kepada Amirul Mu’minin ?’. aku jawab : ‘Dengan jiwa, serta hartaku’. Lalu diapun terdiam sejenak, kemudian dia mengizinkanku untuk pergi. Tidak berapa lama aku berada dirumahku tiba-tiba datanglah seorang utusan kepadaku, dan berkata :’Jawablah panggilan Amirul Mu’minin!’. Akapun bergumam dalam fikiranku :’ Demi, Allah aku takut jika dia memutuskan untuk membunuhku,dan ketika dia memandangku dia malu kepadaku’. Kemudian akupun kembali menghadapnya, lalu dia mengangkat kepalanya, dan bertanya :’Bagaimana ketaatanmu kepada Amirul Mu’minin ?’. akupun menjawab :’Dengan jiwa, harta, keluarga, dan anakku’. Kemudian diapun tersenyum sambil tertawa-karena Khalifah tahu bahwa ibn Qahtaba memahami isi surat yang telah dikirim kepadanya, dan apa yang diminta adalah ketaatan yang lebih besar diri ini-Kemudian diapun mengizinkanku  untuk pergi. Setelah itu, ketika aku telah memasuki rumah, tidak berapa lama, datang lagi seorang utusan kepadaku dan berkata : ’Jawablah panggilan Amirul Mu’minin!’. Maka akupun kembali menghadapnya dan dia masih diposisinya, kemudian dia mengangkat kepalanya, dan dia bertanya : ’Bagaimana ketaatanmu kepada Amirul Mu’minin ?’, aku jawab : ’Dengan jiwa, harta, keluarga, dan anak, dan agamaku’. Diapun tertawa, dan berkata : ‘ Ambillah pedang ini, dan laksanakanlah apa yang diperintahkan oleh penjagaku ini!’. Penjaga itupun mengambil pedang itu, kemudian dia memberikannya kepadaku. Diapun membawaku ke sebuah rumah yang pintunya tertutup, kemudian membukanya, tiba-tiba terlihat  sebuah sumur, dan juga ada 3 rumah sama yang pintunya juga tertutup, diapun membuka salah satunya, ternyata di dalamnya terdapat 20 orang dalam keadaan terikat sebagian berambut ikal, sebagian lagi bergelombang sebagian mereka ada yang sudah tua, sebagian lagi paruh baya, sebagian lagi masih muda. Lalu si penjaga berkata kepadaku :’ Amirul Mu’minin memerintahkanmu untuk membunuh mereka,dan mereka adalah Alawiyyin dari keturunan Ali dan Fattimah as’. Dia pun  mulai mengeluarkan mereka satu persatu, dan akupun memenggal kepala mereka satu per satu, hingga sampai ke orang terakhir. Kemudian dia melemparkan jasad dan kepala mereka kedalam sumur itu. Setelah itu, diapun membuka pintu rumah lainnya, dan ternyata didalamnya juga terdapat 20 orang dalam keadaan terikat dari Alawiyyin dari keturunan Ali dan Fattimah as. Dia kembali berkata :’Amirul Mu’minin memerintahkanmu untuk membunuh mereka’. Dia pun kembali mengeluarkan mereka satu persatu, sedang aku menebas leher mereka satu persatu, dan dia membuangnya kedalam sumur itu, sampai aku membunuh orang terakhir diantara mereka. Kemudian dia membuka pintu ketiga, dan ternyata didalamnya juga terdapat jumlah orang yang sama, 20 orang dari keturunan Ali dan Fattimah as, diantara mereka ada yang rambutnya bergelombang, dan adapula yang ikal. Kemudian si penjaga kembali berkata kepada : ’Amirul Mu’minin memerintahkanmu untuk membunuh mereka juga’. Kemudian dia mengelurkan mereka satu persatu, dan akupun memenggal kepala mereka, dan dia membuangnya kedalam sumur itu, sampai dimana aku telah membunuh 19 orang dari mereka, dan hanya tersisa seorang lelaki tua yang beramut ikal, dia berkata kepadaku :’ celakalah engkau! Wahai orang yang malang, apa alasan yang akan kau utarakan kepada kakek kami,, Rasulullah saw, ketika engkau menemuinya di hari kiamat?. Sungguh engkau telah membunuh 60 orang dari keturunannya yang telah dilahirkan oleh Ali dan Fattimah as. Maka tangan, sendi-sendiku pun  menjadi gemetaran. Lalu si penjagapun menoleh kepada dalam keadaan marah, dan diapun menghardikku. Setelah itu akupun mendatangi orang tua itu, dan membunuhnya, lalu diapun dilemparkan juga dilemparkan kedalam sumur itu juga. Itulah yang telah aku lakukan, aku telah membunuh 60 orang keturunan Rasulullah saw, maka sholat dan puasaku tidak akan ada gunanya, dan aku yakin bahwa aku akan kekal didalam api neraka’.”

Sedang tragedi karbala berisi contoh dari kedua kelompok (orang yang beruntung, dan orang yang merugi). Dari kelompok pertama adalah Hur Ar Riyahi yang dia menjadi gemetar ketika melihat pasukan Ibn Sa’ad berencana untuk membunuh imam Husein as, beserta keluarganya. Ketika dia gemetar, dia menjawab : “ aku sedang memilih antara surga dan neraka, dan aku tidak akan menukar surga dengan apapun”. Adapun dari kelompok kedua adalah Umar bin Sa’ad  bin Abi Waqqas, dia adalah seorang Quraisy yang masih memiliki tali kekerabatan dengan Al Husein, dan dia benar-benar telah mengenal siapa Al Husein. Akan tetapi keegoisan, ketamakan, dan keinginannya untuk menjadi gubernur Ray, dan Jarjan mendorongnya untuk melakukan kejahatan yang sangat keji ini, sehingga menjadikannya rugi di dunia serta di akherat. Padahal pada saat dia mengambil Al quran dia merasa ragu dan bersyair : Apakah kutinggalkan kekuasaaan Ray, sedang Ray adalah dambaanku atau aku kembali dalam keadaan bergelimang dosa dengan membunuh Al Husein.  Husein adalah anak pamanku, sedang telah banyak kejadian yang terjadi dan aku bersumpah kekuasaan Ray adalah penyejuk mataku.